Sabtu, 12 September 2009

1 hari lagi kutinggalkan kota ini

Ini hanyalah sekelumit cerita masa lalu dan harapan masa depan. Sudah saatnya bangun dari tempatku bernafas

Saatnya menikmati hari kebersamaan telah berakhir. Waktu itu ditandai dengan . Silih rupa berganti mewarnai perjalanan hidup. Tahun lalu aku masih akrab melihat wajah-wajah teman seangkatan yang kini telah pergi. Aku jadi teringat akan hidup, kelahiran dan kematian. Yang menyadarkan bahwa hidup kita ini sangatlah singkat

Aku akan tinggalkan kota Sejuta Ikan (1 hari sangatlah waktu yang sedikit), namun ku akan selalu merindukan kota ini. Kota yang indah dan penuh kenangan manis.

Bunga-bunga jacaranda yang berwarna violet
Panji-panji perjuangan dakwah yang begitu mengingatkanku akan hebatnya kota ini
budaya agama yang begitu kental, dengan nuansa remaja yang begitu menawan
Taman-taman yang rapi dan indah
Semuanya berlalu berganti dengan wajah dan rupa yang berbeda.
""
Tiada kata yang dapat aku ucapkan kecuali permohonan maaf. Dalam berkehidupan bersama teman-teman seperjuangan pasti banyak bertutur kata dan bertindak yang tidak berkenan, menorekan luka di hati. Untuk itu sudah sepantasnya jika ku sampaikan permintaan maaf yang sebesar-besarnya. Mungkin jika kesalahanku terlalu besar untuk dimaafkan, maka mudah-mudahan Allah masih bekehendak memaafkannya

Kembali ke alam realita setelah 10 bulan lamanya bermimpi indah di kota ini. Palembang Darussalam kota ini yang akan selalu menjadi kenangan……. Kalaupun tempat tidak lagi menjadi teman dalam kebersamaan kita, namun waktu masih menjadi milik kita bersama. Teruskan Perjuangan menegakkan agama Allah, salam hormat dan persaudaraan...


"Zundillahi Ishlah"

Istiqomahlah Saudaraku...^_^

Tetaplah istiqomah saudaraku.....
dijalan yang lurus ini...dijalan yang berat ini.. dijalan Islam ini...
kita pererat persaudaraan kita...hingga...tanpa kata....tanpa nyawa..
Kita semua mungkin sudah bosan sudah futur ......sudah jenuh.....
mungkin karena iman ini masih lemah ...iman masih tak sempurna...
Tapi istiqomahlah...saudaraku....
jangan sampai hidayah Allah semakin jauh dari hati kita
berharaplah...berdoalah dan yakinlah................
yakinlah...kenikmatan pengorbanan yang kta rasa dijalan ini....jauh....lebih nikmat....lebih indah....
Dibanding apa yang dicari oleh orang-orang lalai itu..
Saudaraku ....
kita semakin tegar bila kita sabar dengan ujian...
kita semakin bahagia bila keyakinan kita telah bulat....
kita semakin bersyukur ketika bisa maksimal dalam perjuangan dakwah ini....
Terangilah hati dan jiwa kita untuk tetap bersama…
lembutkan hati dan jiwa kita dengan kebersamaan
sinari dengan cahaya ukhuwah agar lebih bercahaya...lebih indah...
hilangkan semua keraguan......
jauhkan sifat-sitat tercela...
jauhkan dari sifat yang membuat kita semakin jauh dari kebenaran...
bukankah kemulian dibayar dengan pengorbanan yang dahsyat...
tetaplah isitiqomah saudaraku
tetaplah istiqomah dalam islam dan iman.....
Tetaplah istiqomah.....
walau hati ini jenuh....perih.....walau jasad ini sakit....letih......
tetaplah istiqomah.......
Walau remuk tulang-tulang kita…….. walau runtuh sendi-sendi kita………walau habis cucuran keringat darah dan air mata kita………….
Tetaplah di jalan ini…………
Walau berkorban perasaan ………….. walau pahit menerima kenyataan………
Saudara ku………………
Jalan yang kita tempuhi memang berat………penuh dengan tantangan, hambatan, ancaman ,godaan……
Banyak yang kita temui di jalan ini……..
Yang meninggikan asa dan harap kita…………..
Namun terkadang menghempaskan batin dan jiwa kita………….
Akan banyak yang kita temukan……..idealisme dan realitas bertempur, berperang, jauh masuk ke relung hati kita…………..
Hingga akhirnya jiwa kita harus mengalah…apabila realitas jauh dari angan……..
Tetaplah disini Saudara ku…………….
Kita akan memulai perjalanan yang lebih mendaki dan terjal……………
Tapi disanalah kita berharap bisa merasakan kenikmatan yang kita idam-idamkan………….
Maka ucapkanlah “Alhamdulillah” atas semua keadaan yang kita alami………
Meski kebersamaan ini sungguh menguras keringat dan meletihkan sendi-sendi…..

Note ini ana copas, sebagai bahan cermin buat diri ini yang kadang selalu futur...semoga bisa juga menjadi cambut bagi kita semua...bahwa dakwah adalah jalan untuk menuju kemuliaan...^_^

~Kisah nyata <> ~

Aku telah dilanda keinginan mengebu untuk menikah. Bahkan sudah kujalani semua cara agar cepat bisa melaksanakan sunah Rasul yang satu ini. Malah aku selalu mengimpikannya di tiap malam menjelang tidur.

Gadis yang kuidamkan sejak kecil, bahkan menjadi teman main bersama, ternyata dinikahi orang lain. Padahal dia sudah ngaji. Sedih juga rasanya. Ada juga yang aku dapatkan dari orang yang aku kenal baik, dan sudah kujalani “prosedurnya”. Tapi ternyata kandas karena aku dinilai masih terlalu muda untuk menikah.

Akhirnya, aku kenal dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria. Aku mengenalnya dengan perantaraan teman dekatku. Jujur saja, aku telah mendapat biodatanya, juga gambaran wajahnya. Langsung saja kukatakan pada teman dekatku bahwa aku sangat-sangat setuju.

“Eh, ente (kamu) harus ketemu dulu dan tahu dengan baik siapa dia,” kata temanku.

Tapi kujawab enteng, “Tapi ane (aku) langsung sreg kok”.

“Ya sudah, terserah ente aja lah,” sahut temanku sambil geleng-geleng kepala.

Karena aku yakin pacaran jelas-jelas dilarang dalam Islam sebab hal itu adalah jalan menuju zina, aku pun tak menjalaninya. Jangankan zina, hal-hal yang akan mengarahkan kepadanya saja sudah dilarang. Oleh karena itu, aku hanya menunggu waktu kapan ada pembicaraan awal antara aku dan Maisya (akhwat incaranku itu).
Sabar deh, sementara ikuti saja seperti air mengalir.

Lewat kurang lebih 2-3 minggu mulailah terjadi pembicaraan antar aku dan Maisya.
Ketika kuberanikan diri memulai pada poin yang penting yaitu mengungkapkan niatku untuk menikahinya, apa jawabnya? Aku disuruh menghadap murabbinya (guru/pembimbing).

“Kenapa tidak ke orang tua Maisya saja?” tanyaku.
“Tidak, pokoknya akhi (saudara lelaki) harus ketemu dulu sama Murabbi saya.” jawabnya.

Aku baru tahu, ada seorang akhwat ketika ada yang ingin menikahinya disuruh menghadap Murabbinya, bukan orang tuanya. Padahal, di antara birrul walidain adalah menjadikan orang tua sebagai orang yang pertama kali diajak diskusi tentang pernikahan, bukan gurunya, ustadznya, atau siapa pun. Barulah kutahu itu merupakan kebiasaan akhwat-akhwat tarbiyah (pergerakan).

***

Aku catat alamat murabbi (MR) yang Maisya sebutkan. Pada hari Ahad kuajak 2 teman dekatku untuk menemani ke rumah sang MR. Dengan sedikit kesasar akhirnya sampailah kami di rumahnya. Tapi setelah pencet tombol tiga kali dan “Assalamu’alaikum” tiga kali tak dibuka, kami pun pulang dengan agak kecewa, sebab siang itu adalah jam 2, saat matahari sangat terik menyengat.

Kutelepon Maisya bahwa aku tak bisa ketemu MR-nya. Maisya membolehkanku hanya dengan menelepon MR. Malam itu juga aku pun menelepon dan alhamdulillah nyambung. Aku ditanya segala macam yang berkaitan dengan agama. Dari masalah belajar, kerja, ngaji, tarbiyah, murabbi-ku, ustadz yang sering kuikuti kajiannya, sampai buku-buku yang sering kubaca. Juga, pertanyaan-pertanyaan tambahan lainnya.

Dengan polos dan santai kujawab pertanyaan-pertanyaan itu. Yang membuatku heran, ketika kusebutkan nama ustadz-ustadz yang sering kuikuti kajiannya sampai, nada MR agak beda dari awal pembicaraan. Terutama ketika kusebutkan kitab-kitab yang sering kujadikan rujukan dalam memahami agama. Aku belum tahu kenapa bisa begitu.

Kuceritakan pembicaraan itu pada teman dekatku. Ternyata temanku menjawab dengan nada menyesal.

“Aduh, kenapa tidak bicarakan dulu denganku. Ente tahu? Kalau akan menikahi akhwat tarbiyah sedang ente tidak ikut dalam tarbiyah atau liqa’ tertentu dan punya MR, maka ente otomais akan ditolak. Apalagi ente sebutkan nama-nama ustadz, buku-buku dan para syeikh Timur Tengah, bakalan ditolak deh, itu sudah ma’ruf (populer).”

“Lho kan ane jawab jujur, saat ini ane tidak ikut tarbiyah, atau apa namanya tadi, liqa’? Ya memang aku tak ikut. Ane juga nggak punya MR dong. Oo.., jadi begitu ya?” aku hanya melongo.

***

Beberapa hari kemudian, aku dapat telpon dari Maisya yang menjadikan hatiku sedikit hancur.

“Assalamu’alaikum, akhi saya sudah mempertimbangkan semuanya, mungkin Allah belum menakdirkan kita berjodoh. Semoga kita sama-sama mendapatkan yang terbaik untuk pasangan kita, saya minta maaf, kalau ada kesalahan selama ini, Assalamu’alaikum,”
“Kletuk, nuut nuut nuut” terdengar suara gagang telpon ditutup dan nada sambung terputus.
Aku masih memegang gagang telepon dan hanya bisa melongo mendapat jawaban tersebut. Kutaruh gagang telpon dengan lunglai. “Astagfirullah,” kusebut kata-kata itu berulang kali. Apa yang harus kuperbuat? Tak tahu harus bagaimana. Tapi sohib dekatku yang dari tadi memperhatikanku waktu menelepon nyeletuk .
“Ditolak ya? Udah deh, kan masih banyak harem (wanita) lain, ngapain ngejar-ngejar ngapain ngejar-ngejar yang sudah jelas-jelas nolak.”

Aku jawab saja dengan ketus, “Ane belum nyerah, karena ada janggal dalam pemolakan it, ane belum yakin dia menolak, akan ane coba lagi”.
“Udah deh jangan terlalu PD,” sahut sohibku.

Ternyata bener juga kata temanku itu, jawaban-jawabanku kepada MR menyebabkan aku ditolak oleh Maisya. Aku dipandang beda manhaj dalam memahami Islam, padahal yang kusebutkan waktu menjawab pertanyaan tentang buku-buku rujukan adalah Fathul Majiid, Al-Ushul Al-Tsalatsah, dan kitab-kitab karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad Shalih Utsaimin, yang semuanya aku tahu bahwa mereka selalu mendasarkan bahasannya kepada dalil-dalil yang shahih.

Hatiku sudah terlanjur cocok sama Maisya. Jujur aku sudah merasa sreg sekali kalau Maisya jadi pendamping hidupku. Tapi aku ditolak. “Apa yang harus kuperbuat?” kataku dalam hati. Menyerah kemudian mencari yang lain? Baru begitu saja kok nyerah.

Tanpa sepengetahuan sohibku, kutulis surat ke orangtua Maisya. Yang kutahu bahwa dia hanya punya ibu. Bapaknya sudah meninggal saat Maisya berumur 8 tahun. Kutulis surat yang isinya kurang lebih tentang proses penolakan itu. Juga janjiku jika ditolak oleh ibunya, maka aku akan menerima dan tak akan menghubunginya lagi.
Dengan penuh harap kukirim surat tersebut, tak disangka ternyata surat itu sampai di tangan Maisya dan dibacanya. Alamak, kenapa bisa begitu? Untuk beberapa hari tidak ada respon. Gundah gulana pun datang. Apa yang harus kulakukan?

Kuputuskan untuk mengirim surat ke Maisya langsung. Semuanya aku ungkapkan dengan bahasa setengah resmi tapi santai. Aku memang sedikit ndableg. Di penghujung surat tersebut kukatakan, “Kalau memang Allah takdirkan kita tidak jodoh, saya punya satu permintaan, tolonglah saya untuk mendapatkan pendamping dari teman-teman Maisya yang Maisya pandang pas untuk saya, minimal yang seperti Maisya.”

Kupikir Maisya akan “tersungkur” dengan membaca suratku yang panjang lebar. Aku berpikir seandainya ada orang membaca suratku, pasti akan mengatakan “rayuan gombal!”. Tapi jujur saja, itu berangkat dari hatiku yang paling dalam.

Surat kedua itu, qadarallah ternyata malah diterima dan dibaca oleh ibu Maisya dan kakak perempuannya. Nah, dari situkah terjadi kontak antara aku dan keluarganya. Tak disangka-sangka kudapat telpon dari kakak perempuan Maisya, Kak Dahlia (tentu saja bukan nama asli). Kak Dahlia menelepon dan memintaku untuk datang ke rumahnya guna klarifikasi surat tersebut.

***

Seminggu kemudian kupeniuhi undangan itu. Setelah bertemu dan “sesi tanya-jawab” , dengan manggut-manggut akhirnya Kak Dahlia angkat bicara,
“Baiklah, kakak sudah dengar cerita kamu, saya heran kenapa Maisya menolakmu, ya? Padahal menurut hemat kakak, kamu pantas diterima kok”.

Hatiku berbunga-bunga mendengarnya,. Tapi langsung surut lagi karena pernyataan itu datang dari Kak Dahlia bukan Maisya. Aku sedikit senyum kecut menanggapi omongan kak Dahlia.

“Begini aja deh, kamu sekarang pulang dulu. Biar nanti kakak dan Umi yang akan rayu Maisya. Pokoknya kamu banyak doa aja. Pada dasarnya kami setuju kok sama kamu.”
Aku izin pulang dengan sedikit riang gembira. Mulutku hanya bergumam penuh doa, semoga Allah mengabulkan cita-citaku. Kira-kira 2 minggu setelah itu kudapat telpon lagi dari Kak Dahlia agar aku ke rumahnya. Dia bilang aku harus bertemu langsung dengan Maisya. Hatiku pun berdebar. Dengan sedikit gagap aku iyakan undangan itu. “Besok deh Kak, insyaAllah saya datang,” jawabku.
Aku duduk di kursi ruang tamu yang sama untuk kedua kalinya. Sedikit basa-basi Kak Dahlia mengajakku ngobrol tentang hal-hal yang belum ditanyakan pada pertemuan sebelumya. Kurang lebih 10-15 menit Kak Dahlia memanggil Maisya agar ke ruang tamu menemuiku. Dadaku berdegub. Inilah saatnya aku nadhar (melihat) bagaimana rupa Maisya yang sebenarnya. Apa sama seperti yang kubayangkan sebelumnya?

Jangan-jangan tidak sama. Lebih jelek atau bahkan lebih cakep dari aslinya. Tunggu saja deh.

Tidak lama kemudian keluarlah sosok makhluk Allah yang bernama Maisya. Aku tetap menjaga pandanganku. Tapi jujur saja, tak kuasa kucuri pandang untuk yang pertama kalinya. Bahkan seharusnya untuk acara nadhar biasanya lebih dari mencuri pandang, karena memang dianjurkan oleh Rasulullah. Tapi bagiku sangat cukup melihatnya sekali-kali. Aku hanya bisa mengatakan dalam hatiku tentang Maisya, subhanallah! Aku tak bisa ceritakan kepada pembaca karena itu hanya untukku saja.

Tak sadar keringat dingin mengalir dari pelipis. Ada apa gerangan? Kenapa rasanya agak grogi? Ah, aku harus teguh dan tangguh hadapi semua ini. Obrolan pun mulai bergulir. Dari mulai pertanyaan-pertanyaan agama secara umum sampai diskusi tentang kerumahtanggaan. Kurang lebih satu jam aku di rumah itu. Aku pun pamit sambil memberikan hadiah-hadiah buku-buku kecil tentang agama.
Di bus kota aku senyum-senyum sendirian. Seakan-akan bus itu adalah bus patas AC padahal sebenarnya hanya bus ekonomi yang panas dan penuh asap rokok. Tapi semua itu tidak kurasakan. Kuberdoa semoga rayuan Kak Dahlia berhasil.

Ternyata benar, beberapa hari kemudian aku ditelepon Maisya, kali ini menanyakan kelanjutan proses kami kemarin. Kujawab jika dibolehkan akan kuajak keluargaku di waktu yang kutentukan. Di penghujung pembicaraan, Maisya setuju dengan tawaranku.

Kutanya ke sana ke mari tentang barang-barang apa yang pantas dibawa ketika meng-khitbah seorang wanita. Kubeli sebuah koper kecil dan kuisi dengan barang-barang seperti bahan pakaian, komestik, sepatu, dan sebagainya. Tak lupa aku bawakan buah-buahan seadanya. Hal ini sebenarnya sudah kutanyakan kepada Maisya, tapi Maisya hanya menjawab terserah aku mau bawa apa saja pasti dia akan terima. Duh…, senangnya.
Sebelumnya aku lupa, ternyata Maisya masih punya darah Arab dari ibunya. Bahkan, ibunya punya nasab Arab yang dikenal di Indonesia sebagai Habib (Orang Arab yang mengaku punya garis nasab langsung dengan Rasulullah). Padahal setahuku Rasulullah tak punya keturunan laki-laki yang kemudian punya anak. Yang ada hanya Fatimah yang diperistri oleh Ali bin Abi Thalib. Sedangkan dalam Islam, darah nasab hanya sah dari garis bapak atau lelaki. Jadi, mungkin yang dimaksud mereka adalah keturunan dari Ali bin Abi Thalib.
Satu hal yang perlu diketahui, bahwa dalam adat orang Arab terutama golongan Habaib atau Habib, wanita mereka pantang dinikahi oleh non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Alasan yang populer adalah mereka merasa lebih mulia dari keturunan non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Aku pun harus siap dengan apa yang akan aku hadapi nanti. Bisa jadi ditolak atau tidak. Dan yang ada di depan mataku adalah ditolak.

Aku datang sekeluarga dengan naik Taksi. Aku tidak punya mobil. Dari mana aku punya mobil sedangkan aku baru bekerja setahun? Sambutan hambar kudapatkan ketika memasuki ruang tamu. Di situ sudah hadir ibu-ibu yang merupakan keluarga besar dari ibu Maisya. Anehnya,di acara itu tidak hadir laki-laki dari pihak keluarga besar Maisya.
Kemudian acara dilanjutkan dengan saling memberi sambutan. Namun yang kutunggu hanya momen di mana Maisya menerima lamaranku dari mulutnya sendiri. Saat itu pun tiba. Dengan agak malu-malu dan terbata-bata Maisya menerima lamaranku.
Diakhir acara ketika hari penentuan hari “H” dan bentuk acaranya. Ada salah satu dari anggota keluarga Maisya yang menanyakan uang untuk walimah nanti. Aku hanya menjawab bahwa hal itu sudah kubicarakan dengan Maisya. Tapi dia memaksaku untuk menyebutkan jumlahnya. Aku tetap tak mau menyebutkan. Rupanya orang tadi kecewa berat dengan jawabanku.

Setelah acara selesai, aku pamit. Sedikit lega kulalui detik-detik mendebarkan. Aku bersyukur kepada Allah yang meloloskan diriku pada babak berikutnya dalam usaha mengamalkan sunah Rasulullah yang mulia ini.
Ternyata ujian belum selesai juga. Maisya didatangi keluarga besarnya dengan membawa lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Lamaranku ditimpa oleh lamaran orang lain.
Orang yang akan dijodohkan dengan Maisya masih punya hubungan keluarga. Mereka datang dengan mobil, membawa makanan banyak sekali, uang lamaran, dan juga perhiasan.

Apa yang kubawa kemarin tidak ada apa-apanya dibanding dengan yang dibawa pelamar kedua ini. Tapi subhanallah, apa yang Maisya lakukan? Maisya tak mau menemuinya. Maisya tak menerima lamarannya.
Bahkan setelah rombongan itu pulang dan meninggalkan bawaan mereka sebagai lamaran untuk Maisya, apa yang Maisya lakukan? “Kembalikan semua barang bawaannya dan jangan ada yang menyentuh walau untuk mencicipi makanan, kembalikan dan jangan ada yang tersisa di rumah ini.” Aku dapatkan cerita ini dari kak Dahlia yang meneleponku.
Mendengar semua ini, tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku. Padahal aku adalah lelaki yang selama ini selalu berpantang untuk menangis. Saat itulah aku mulai yakin bahwa Maisya harus kudapatkan, sekali pun harus menghadapi hal-hal yang menyakiti hatiku.

***

Beberapa hari kemudian aku mendapat telepon dari seorang ibu yang mengaku bibi Maisya. Ketika kutanya namanya dia tak mau menyebutkan. Malah dia nyerocos panjang lebar tentang acara lamaranku kepada Maisya. Dengan nada sinis dan tinggi dia mulai merayuku untuk membatalkan lamaranku. “Saya kasih tau ya! Kamu kan baru bekerja belum satu tahun, belum punya rumah dan mobil. Sedangkan Juli Jajuli (bukan nama asli) kan sudah punya kerjaan, rumah besar, mobil ada dua. Jadi, kamu batalkan lamaran. Biar Maisya menerima lamaran Jajuli. Kamu kan bisa cari yang lain.”
Hhh! Betapa mendidih mendengar ocehan sinis itu. Tapi aku langsung kontrol diri. Aku jawab dengan suara pelan dan sopan bahwa aku akan terima hal itu dengan ikhlas tanpa ada paksaan dari siapa pun. Sebelum kudengar langsung dari mulut Maisya, aku tak akan pernah membatalkan lamaranku. Gubrakkkk!, terdengar suara gagang telepon dibanting, padahal jawabanku belum selesai.
Suatu hari di tengah kesibukanku, datanglah seorang wanita sekitar umur 25-30 tahun ke kantorku. Tanpa permisi dan sopan santun dia menghampiriku, “Kamu yang melamar Maisya? Kamu tuh ga tahu diri ya? Belum jadi menantu saja sudah belagu,” cerocosnya.
“Mohon tenang dulu, apa masalahnya? Ayo kita duduk dulu di sini jelaskan dengan pelan,” sambutku dengan sabar.
“Kamu tuh kalo ngasih alamat yang jelas, biar mudah dicari, saya sudah muter-muter mencari alamatmu tapi ternyata tidak ketemu-ketemu, apa kamu mau mempermainkan kami?” tukasnya sambil menunjukkan kartu namaku.
“Apa tadi ente tidak tanya sama orang-orang?” tanyaku.
“Tidak!” jawabnya ketus.
“Ya jelas pasti kesasar, seharusnya ente tanya-tanya dong,” sahutku.
“Aaah udah deh jangan banyak alasan,” jawabnya. “Eh aku kasih tau ya, kau tuh jangan pernah macam-macam dengan keturunan Nabi, kuwalat loh!”, ancamnya.

Dengan sedikit senyum kujawab ancamannnya, “Kalo Nabi punya keturunan seperti ente, pasti Nabi akan sangat marah pada ente. Wanita kok pakai celana jeans, kaos ketat, dan tidak berjilbab. Nabi tentu akan malu jika punya keturunan seperti ente.” Wanita itu kabur sambil ngomel-ngomel entah apa yang dia katakan.
Kejadian itu membuat hatiku semakin was-was dan khawatir. Kalau demikian dengkinya mereka dengan pernikahanku bersama Maisya, maka bisa jadi mereka akan lebih jauh lagi dalam memberikan “teror”. Akankah mereka menghalangiku sampai pelaksanaan hari “H”? Wallahu a’lam.
Yang jelas sebelum aku tanda tangan surat nikah yang disediakan penghulu, maka aku belum bisa menentukan bahwa Allah takdirkan aku menikahi Maisya. Semuanya bisa terjadi. Sabarkanlah diriku ya Allah.
Dari telepon pula aku tahu bahwa Maisya sempat disidang oleh keluarga besarnya untuk membatalkan pernikahan denganku. Tapi dia lebih memilih akan kabur dari rumah dan tetap menikah denganku. Padahal keluarganya memberi pilihan: batal nikah atau putus hubungan keluarga.

***

Undangan mulai kucetak. Sederhana sekali karena aku memang tidak punya biaya banyak untuk pernikahan ini. Aku tidak punya saudara di kota tempat Maisya tinggal. Jadi undangan yang banyak hanya untuk keluarga, tetangga, dan kenalan Maisya.
Hari H semakin dekat. Persiapan juga semakin matang. Aku terharu lagi ketika ditanya, “Akhi siapnya ngasih berapa untuk persiapan ini? Tapi jangan merasa berat dan terpaksa, kalau tidak ada ya nggak apa-apa.” Aku hanya bisa tergagap menjawabnya. Ku katakan bahwa aku akan mendapat sumbangan dari kantorku tapi perlu proses untuk cair, jadi sementara aku hanya bisa beri sedikit. Itu pun sudah kupaksakan pinjam ke sana-sini.
Tapi Maisya menyambut hal itu dengan tanpa cemberut sedikitpun. Subhanallah.
Panitia pernikahan dari ikhwan sudah aku siapkan. Aku bertekad bahwa pernikahan ini harus seislami mungkin, di antaranya memisahkan antara tamu pria dan wanita walau mungkin akan mendapatkan respon yang bermacam-macam. Aku tak peduli.

Keluarga Maisya pun tak tinggal diam. Di antara mereka ada yang memintaku agar busana Maisya pada saat penikahan nanti adalah busana pengantin pada umumnya. Astaghfirullah, usulan yang sangat berlumuran dosa. Jelas kutolak mentah-mentah.
Ada juga yang nyeletuk agar pernikahan kami dihibur dengan orkes atau musik gambus dan yang sejenisnya. Tapi itu pun aku tolak. Ternyata sampai mendekati hari H pun aku harus beradu urat syaraf dengan mereka.

Tibalah saatnya kegelisahanku yang paling dalam. Aku sedang berpikir bagaimana jadinya jika ada yang mengacaukan pernikahanku. Aku punya seorang saudara marinir. Aku telepon dia dan kuwajibkan datang. Kalau perlu pakai seragam resmi lengkap. Aku akan jadikan dia sebagai pengamanan tambahan. Karena pengamanan Allah lebih kuat, bahkan tidak perlu ada pengamanan tambahan. Itu hanya ikhtiar saja. Malam hari “H” dia datang dan siap menghadiri acara nikah besoknya.
Aku minta bantuan teman lamaku untuk mengantarku pakai Kijang. Teman senior kantorku yang sudah aku anggap orang tuaku juga siap mengantar pakai Panther, bahkan dialah yang akan memberi sambutan dari pihak mempelai pria.
Dengan sedikit gemetar dan mata sedikit basah, aku lalui proses ijab kabul yang sederhana tanpa disertai ritual-ritual yang tidak ada dasarnya seperti sungkem, injak telor, membasuh kaki, dan sebagainya.
Tangisku meledak ketika berdua dengan Maisya untuk pertama kalinya. Tangis makin dahsyat saat aku menghadap ibuku. Kupeluk erat-erat ibuku, kakakku, dan saudara yang mendampingiku.
Subhanallah, aku sudah menjadi seorang suami. Aku menjadi kepala keluarga yang didampingi oleh Maisya yang aku dapatkan dengan “darah dan air mata”. Akhirnya kulalui rumah tangga ini dengan segala bunga rampainya sampai dikaruniai beberapa anak yang lucu-lucu. Semoga dapat aku lalui kehidupan ini dengan diiringi bimbingan dari yang Maha membolak balikkan hati, sehingga hatiku tetap teguh dengan agama-Nya.

Suami Maisya


Diambil dari Buku “Semudah Cinta Di Awal Senja” Terbitan Nikah Media Samara

Minggu, 06 September 2009

~menetes airmata membaca ini~

Utk Renungan Kita Bersama
Terlalu tinggi kemuliaan dan darjat Rasullullah SAW...

Mungkin kita terlupa dgn artikel ini. Detik-detik Rasulullah SAW
Menghadapi Sakaratul Maut. Ada sebuah kisah tentang cinta yang
sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya.
Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun
enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua perkara pada kalian, Al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar adanya naik turun
menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali
menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang
di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang
berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan
salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,"Tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril
tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khuatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan roh
Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,
urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau
melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada
Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih
Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyatnya
maut ini, timpakan saja semua seksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku", peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan."Ummatii, ummatii, ummatii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah Kepada kita.

Tanamlah rasa cinta kepada agama dan sesama muslim lain agar timbul kesedaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita. Kerana sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka. Amin....

Sabtu, 05 September 2009

Surat seorang kakak untuk adik tercinta, hidup di dunia hanyalah sementara...

http://www.rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/249-surat-seorang-kakak-untuk-adik-tercinta-hidup-di-dunia-hanyalah-sementara.html

Kecil, dimanja. Muda, foya-foya.Tua,kaya raya. Mati,masuk surga.

Inilah bahan candaan anak muda saat ini. Mungkin ini cuma bercanda. Namun, kadang juga ada yang punya prinsip hidup seperti ini. Begitu pula dengan seorang adik. Seorang adik dinasehati, “Dek, kamu di dunia ini hanya hidup sementara, jagalah ibadahmu.” Entah mengejek atau sekedar guyonan, dia menjawab, “Justru itu kak, kita manfaatkan hidup di dunia sekarang dengan foya-foya.”

Sungguh adik yang satu ini jauh dari agama. Hidayah memang di tangan Allah. Namun nasehat haruslah terus disampaikan karena dialah adik satu-satunya yang setiap kakak pasti menginginkan kebaikan bagi saudaranya sebagaimana dia pun telah mendapatkan kebaikan.

Dek … Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi wejangan pada seorang pemuda, yaitu Ibnu ‘Umar. Berikut sabdanya,
“Hiduplah engkau di dunia seakan-akan engkau adalah orang asing atau bahkan seorang pengembara.” (HR. Bukhari no. 6416)

Adikku, negeri asing dan tempat pengembaraan yang dimaksudkan di sini adalah dunia, sedangkan negeri tujuannya adalah akhirat.
Adikku, yang namanya orang asing adalah orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan tempat berbaring, namun dia dapat mampir sementara di negeri asing tersebut.
Lalu dalam hadits di atas dimisalkan lagi dengan pengembara.
Wahai adikku, semoga engkau selalu mendapat taufik-Nya. Seorang pengembara tidaklah mampir untuk istirahat di suatu tempat kecuali hanya sekejap mata. Di kanan kirinya juga akan dijumpai banyak rintangan, akan melewati lembah, akan melewati tempat yang membahayakan, akan melewati teriknya padang pasir dan mungkin akan bertemu dengan banyak perampok.
Itulah adikku, permisalan yang dibuat oleh nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hidup di dunia itu hanya sementara sekali, bahkan akan terasa hanya sekejap mata.

Renungkan juga hadits ini

Adikku, permisalan yang bagus pula dapat engkau renungkan dalam hadits berikut.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


“Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia hanyalah seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.” (HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud)

Lihatlah adikku, permisalan yang sangat bagus dari suri tauladan kita. Hidup di dunia sungguh sangat singkat. Semoga kita bisa merenungkan hal ini.

Adikku … Segera kembalilah ke jalan Allah, ingatlah akhirat di hadapanmu
Semoga hatimu terenyuh dengan nasehat Ali bin Abi Tholib berikut.
Ali berkata, “(Ketahuilah) dunia itu akan ditinggalkan di belakang. Sedangkan akhirat akan ditemui di depan. Dunia dan akhirat tersebut memiliki bawahan. Jadilah budak akhirat dan janganlah jadi budak dunia. Hari ini (di dunia) adalah hari beramal dan bukanlah hari perhitungan. Sedangkan besok (di akhirat) adalah hari perhitungan dan bukanlah hari beramal lagi.”

Adikku, ingatlah akhiratmu. Ingatlah kematian dapat menghampirimu setiap saat dan engkau tidak dapat menghindarinya. Janganlah terlalu panjang angan-angan. Siapkanlah bekalmu dengan amal sholeh di dunia sebagai bekalmu nanti di negeri akhirat. Perbaikilah aqidahmu, jauhilah syirik, jagalah shalatmu janganlah sampai bolong, tutuplah auratmu dengan sempurna janganlah sampai mengumbarnya, dan berbaktilah pada ortumu dengan baik.
Semoga Allah memberi taufik padamu. Semoga kita dapat dikumpulkan bersama para nabi, shidiqin, syuhada, dan sholihin.


Disusun di Pangukan-Sleman, 10 Dzulqo’dah 1429,
saat sore hari ketika Allah menganugerahi berkah hujan dari langit.

Rujukan :
Fathul Bari, Ibnu Hajar
Ma’arijul Qobul, Al Hafizh Al Hakami
Fathul Qowil Matin, Syaikh Abdul Muhsin

Indahnya persaudaraan ini...

Kunjungilah saudaramu, Karna cinta Illahi

Bagilah cinta itu bersama dengan kasih Allah

Jika ada rindu maka berdoalah padaNya

Semoga kerinduan itu akan banyak menolong

Kala dirimu jauh dari tangan-tangan hambaNya …………

Ingatlah …ini adalah perdagangan dengan Rabbmu

Yang akan memperpanjang usiamu

Yang akan memperpanjang rizkimu

Atas izin Allah sbagaimana Rasulullah

Tlah mewasiatkan pada kita semua

…………………………………………………….(Silaturrahmi, Suara Persaudaraan)


Saudaraku ......................

Sungguh besar nikmat yang telah diberikan oleh Dia Yang Maha Penyayang kepada kita. Nikmat iman, nikmat Islam, dan nikmat ukhuwah islamiyah. Yah …..nikmat persaudaraan dalam ikatan akidah yang terangkai tulus, menyatukan hati-hati dan jiwa-jiwa yang sebenarnya tidak ada hubungan kekerabatan. Tapi karena Islam, bahkan ikatan yang terjalin kadang jauh lebih kuat daripada mereka yang memiliki hubungan darah sekalipun. Duhai …. alangkah indahnya nikmat ukhuwah ini.

Saudaraku ……………….

Betapa aku selalu terpesona, ketika membaca kisah-kisah penuh kasih yang tulus dari para salafus shaleh. Mereka telah memberikan contoh nyata tentang apa yang dinamakan cinta sejati. Cinta karena Allah. Persaudaraan yang sesungguhnya. Sebuah bentuk persaudaraan yang hanya dimiliki oleh para penghuni surga. Mereka mempertontonkan sebuah sikap jiwa dan keikhlasan yang begitu luhur, hingga rela untuk berlapar-lapar, hanya demi menjamu saudara yang belum lama dikenalnya.

Suatu hari, seseorang datang ke rumah saudaranya. Tapi ternyata tuan rumah sedang pergi keluar. Yang ada hanyalah seorang pembantu yang menjaga rumahnya. Kemudian orang tersebut mengambil apa yang diperlukan, dan setelah selesai hajatnya ia pun langsung pergi. Ketika tuan rumah pulang, si pembantu menceritakan apa yang terjadi. Marahkah tuan rumah? Ternyata tidak. Dia malah bergembira dan membebaskan pembantunya karena dia telah memperlakukan saudaranya itu dengan baik selama dia tidak ada. Subhanallah ..........

Salah seorang ulama tabi’in pernah bertanya kepada seseorang, “Apakah engkau akan marah kalau saudaramu mengambil sesuatu dari kantongmu tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepadamu?” “ya, tentu saja aku marah..”jawab orang itu. “Kalau begitu engkau belum menjadi saudaranya”, begitu kata ulama tabi’in.

Saudaraku .......

Mungkin sulit bagi kita, untuk sampai pada derajat ridho terhadap apa yang diambil oleh saudara kita tanpa minta ijin terlebih dahulu dari kita sebagai pemilik sah dari harta itu. Jika kita belum bisa seperti itu, maka janganlah sampai kita melukai hati saudara kita. Dengan menyimpan benih kedengkian, memelihara api dendam, menyemai bibit kebencian. Juga syak wasangka tanpa alasan. Karena teramat besar kebencian di sisi Allah terhadap orang-orang yang tidak bersikap asih kepada saudaranya. Bahkan rasa sayang, rasa cinta, rasa kasih terhadap saudara dikaitkan dengan sempurnanya iman seorang hamba. “ Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri ”, demikian sabda Rasulullah sang Junjungan.

Saudaraku ..............

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan agar ikatan ukhuwah ini bisa erat terjalin. Dalam sebuah hadits, Rasulullah pernah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan tidak akan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan satu amalan yang apabila dilakukan maka kalian akan saling mencintai? sebarkanlah salam di antara sesamamu”.

Yaa......betapa banyak hal sederhana yang bisa kita lakukan yang akan mempererat ikatan ukhuwah, jika saja kita mau menghilangkan ego-ego pribadi. Melenyapkan enggan yang menghalangi, juga mengikis angkuh yang kokoh berdiri. Saling memberi salam, menebar senyuman, saling mengunjungi meski tiada satu hajat yang ingin dipenuhi. Sungguh, itu semua bisa menimbulkan kesan yang mendalam di hati.

Saudaraku ......

Betapa Allah sangat mencintai orang yang mencintai saudaranya dengan ikhlas, tanpa motif keduniaan yang ingin diraihnya. Betapa besar pahala bagi orang yang senang bersilaturrahim dengan saudaranya.

Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW., Beliau bersabda: “Sesungguhnya ada seseorang akan berkunjung ke tempat saudaranya yang berada di desa lain, kemudian Allah Ta’ala mengutus malaikat untuk mengujinya. Setelah malaikat itu bertemu dengannya, ia bertanya : “Hendak kemanakah kamu?” Ia menjawab : “Saya akan berkunjung ke tempat saudaraku yang berada di desa itu.” Malaikat itu bertanya : “Apakah kamu merasa berhutang budi sehingga kamu mengunjunginya?” Ia menjawab : “Tidak, saya mengunjungi dan mencintainya karena Allah Ta’ala.” Malaikat itu berkata : “Sesungguhnya saya adalah utusan Allah untuk menjumpaimu, dan Allah telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena Allah.” (HR. Muslim).

Duhai …..betapa besar balasan bagi orang yang senang bersilaturrahim karena Allah. Selain kecintaan Allah, silaturrahim juga akan memperpanjang usia dan juga memperbanyak rizki kita. Adakah kita siap untuk memanfaatkan kesempatan ini, wahai saudaraku……

Oleh sebab itu, marilah saudaraku, kita kuatkan tali silaturrahim ini. Kita kunjungi sahabat-sahabat kita. Juga sahabat-sahabat kita yang dahulu. Sahabat masa kecil, yang mungkin sudah menjadi bagian dari masa lalu. Kita sambung tali ukhuwah yang mungkin telah terurai. Tunjukkan kepada mereka, bahwa aku bukan lagi si Budi yang nakal dan suka berkelahi.. Aku bukan lagi si Hendri yang pemalu dan suka menyendiri. Bukan pula si Santi yang manja dan sering bikin keki. Juga bukan si Evi yang kekanak-kanakan dan si anak mami. Tapi kini aku adalah Budi, ikhwan yang pintar dan suka ngaji. Aku adalah Hendri, ikhwan yang periang dan suka berorganisasi. Aku adalah Santi, akhwat yang mandiri dan berbusana rapi. Aku adalah Evi, akhwat yang bersikap dewasa dan bisa memasak sendiri Berilah teladan kepada mereka, bahwa inilah sosok pemuda/pemudi yang telah dididik melalui tarbiyah Islamiyah. Yang selalu rajin menempa diri dengan kajian dan halaqah pekanan. Inilah pemuda-pemudi Islam yang berhasil mempertahankan keyakinan di tengah serbuan pemikiran-pemikiran yang menyesatkan.

Saudaraku yang senantiasa dalam lindunganNya …….

Sungguh, silaturrahim, berkumpul dengan saudara-saudara yang baik dan shalih, akan memberikan kekuatan yang besar bagi kita untuk bertahan dalam kerasnya dunia. Karena itu, marilah senantiasa kita jaga ikatan ukhuwah yang telah ada. Kita kuatkan kembali simpul-simpulnya yang mulai melemah. Kita sambung kembali tali yang terurai. Kita rajut kembali helai-demi helai serpihan asa yang terserak. Kita pancangkan tiang penegaknya. Hingga tertanam kuat dalam hati. Dengan ketulusan kita. Dengan kasih kita. Dengan kelembutan kita. Dengan saling percaya. Tiada lagi tempat untuk setitik prasangka. Untuk ego yang bersarang. Untuk dengki yang bersemayam. Untuk benci yang membuat nurani menjadi temaram.

Saudaraku ……..

Terakhir, dalam sebuah hadist Rasulullah pernah bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya adalah doa yang dikabulkan. Di atas kepala orang yang berdoa itu ada malaikat yang ditugaskan supaya tiap ia berdoa baik untuk saudaranya itu supaya disambut, amin wa laka bimitslin (semoga diterima dan untukmu sendiri seperti itu).”(HR. Muslim).

Dengan sepenuh hati, kami meminta keikhlasan darimu, untuk senantiasa mendoakan kebaikan bagi kami. Kebaikan dalam dien kami. Kebaikan di dunia dan di akhirat. Mendoakan keselamatan, juga keistiqamahan kami dalam menapaki jalan ini. Mendoakan agar kami bisa tetap berada dalam barisan dakwah ini, dan jangan pernah terlintas dalam hati niatan untuk mundur dan keluar dari jamaah ini.

Laa tansanaa yaa ukhayya min du’aaika................

Wahai saudaraku, janganlah kau lupakan kami dari doamu.................

Studi Dan Tarjih Sejumlah Pendapat Ulama Tentang Hukum Bom Manusia

Soal: Kita melihati bahwa bom manusia adalah satu cara yang digunakan oleh orang Islam untuk melawan musuhnya, yang seringkali digunakan oleh rakyat Palestina untuk melawan Israel. Dalam mensikapi aksi ini, para ulama berbeda pendapat tentang hukumnya. Ada yang mengatakan bahwa hal ini adalah haram, dan ada sebagian yang mengatakan bahwa bom manusia adalah halal. Lantas pendapat mana yang lebih rajih (kuat)?
Jawab: I. Pendahuluan
Bom manusia —atau apa yang sering disebut bom bunuh diri— merupakan satu faktor signifikan dalam Krisis Palestina, karena mempunyai pengaruh efektif terhadap kebijakan politik di Palestina. Misalnya aksi bom manusia pada 12 Juni 2002 di Yerusalem yang mengakibatkan 20 warga Israel tewas dan 40 lainnya terluka. Kejadian ini membuat PM Israel, Ariel Sharon, menyatakan akan tetap menolak pendirian negara Palestina sampai aksi bom itu berhenti total.*1)

Di samping signifikansi aspek politis tersebut, aspek lain aksi bom manusia yang menarik adalah timbulnya pro kontra yang cukup tajam di kalangan para ulama dan cendekiawan mengenai hukumnya dalam fiqih Islam. Sebagian mengharamkannya sementara sebagian lainnya membolehkannya. Jurnal Inquiry and Analysis Series mendiskusikan soal legitimasi hukum bom manusia itu setidaknya sampai tiga bulan, dari Mei sampai Juli 2001. Yang terlibat dalam polemik ini tak hanya ulama fiqih, tetapi juga pakar politik, pengamat dunia Islam, serta kalangan pers. Diskusi antardispilin ilmu praktis terhenti ketika terjadi Tragedi 11 September di AS.*2)

Selain dalam jurnal ilmiah berbahasa Inggris, debat hukum bom manusia juga marak dalam media massa berbahasa Arab. Mufti Saudi Sheikh Abdul Aziz Abdullah Al-Sheik, pada majalah Al-Sharq Al-Awsat yang terbit di London, 21 April 2001 menyatakan. bahwa aksi suicide bombers (pelaku bom “bunuh diri”) itu bukan bagian dari jihad dan hanya merusak citra Islam. Dua hari kemudian, Yusuf Al-Qaradhawi dalam harian Al-Raya, 25 April 2001, terbitan Qatar, membantah fatwa mufti Saudi tersebut. Lalu dua hari berikutnya, 27 April 2001, dalam hariah Al-Hayat, Syaikh Al-Azhar Muhammad Sayyed Tantawi, menguatkan keabsahan aksi bom manusia dan berkomentar bahwa operasi bom itu adalah bagian dari jihad.*3)

Pro kontra hukum bom manusia juga mendorong sebagian ulama untuk menulis kitab khusus yang mendiskusikan hukumnya dalam perspektif fiqih Islam. Di antaranya adalah Nawaf Hail Takruri yang menulis kitab Al-‘Amaliyat Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan Al-Fiqhi*4) dan Dr. Muhammad Tha’mah Al-Qadah yang mengarang kitab Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam.*5) Sementara itu Dr. Muhammad Khair Haikal mendiskusikan hukumnya dalam kitabnya yang sekaligus juga disertasi doktornya, Al-Jihad wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syar’iyah.*6)

Pro kontra inilah yang mendorong penulis untuk memilih tema hukum bom manusia dalam fiqih Islam. Kejelasan hukum syara’ sangat dibutuhkan dalam masalah yang amat krusial ini. Ini dikarenakan perbedaan yang ada cukup tajam dan mengandung berbagai implikasinya baik di dunia maupun di akhirat. Bagi mereka yang menganggap aksi bom manusia sebagai aksi bunuh diri (‘amaliyat intihariyah), maka implikasinya kepada para pelakunya ialah tidak diberlakukan hukum-hukum mati syahid. Dia akan dipandang sebagai orang hina karena berputus asa menghadapi kesulitan hidup. Di akhirat, pelakunya dianggap akan masuk neraka, karena telah bunuh diri. Sedang bagi mereka yang menganggap aksi bom manusia sebagai aksi mati syahid (‘amaliyat istisyhadiyah), maka implikasinya kepada para pelakunya adalah diberlakukan hukum-hukum mati syahid. Dia dianggap sebagai pahlawan dan teladan keberanian yang patut dicontoh. Dan di akhirat insyaAllah akan masuk surga.

Dalam makalah ini penulis memilih istilah “bom manusia”, sebagai terjemahan harfiyah dari sebagian literatur atau media berbahasa Inggris yang menyebut aksi pemboman ini dengan istilah “human bombing”. Istilah tersebut penulis pilih karena bersifat netral dan objektif. Sedangkan istilah lain, seperti “bom syahid” atau “bom bunuh diri” penulis anggap lebih bersifat subjektif dan kurang netral.*7)
II. Perumusan Masalah
Berdasarkan pendahuluan yang telah dipaparkan sebelumnya, masalah yang ada penulis rumuskan sebagai berikut:
1. Apakah bom manusia itu?
2. Bagaimana pendapat para ulama beserta dalil-dalilnya mengenai hukum bom manusia, baik yang melarang maupun yang membolehkan?
3. Manakah pendapat yang rajih (kuat) dari dua pendapat itu menurut kaidah-kaidah tarjih dalam disiplin ilmu ushul fiqih?
III. Metode Pembahasan
Dalam rangka menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas, metode pembahasan yang penulis akan tempuh adalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan fakta bom manusia itu sendiri yang menjadi pangkal pembahasan. Dalam uraian mengenai fakta bom manusia ini, akan dijelaskan bagaimana secara teknis pelaksanaan bom manusia di lapangan. Penjelasan ini akan dilengkapi dengan data-data historis dan statistik mengenai bom manusia di Palestina.
2. Menjelaskan pendapat para ulama baik yang melarang maupun yang membolehkan aksi bom manusia. Akan dijelaskan juga dalil-dalil dari masing-masing pendapat tersebut.
3. Mendiskusikan dan mentarjih dua pendapat tersebut untuk mencari pendapat yang kuat (rajih).
Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini pada dasarnya adalah studi literatur (library research) dengan pendekatan perbandingan (comparative). Literatur yang digunakan adalah berbagai buku tentang hukum bom manusia, misalnya karya Takruri (2002), Al-Qadah (2002), ataupun Haikal (2002) seperti telah disebutkan di atas. Juga dimanfaatkan berbagai data dan informasi dari dunia maya (internet) yang relevan. Adapun perbandingan dan tarjih yang dilakukan, didasarkan pada kaidah-kaidah tarjih dalam ushul fiqih, baik yang terdapat dalam kitab ushul fiqih secara umum, seperti Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam karya Saifuddin Al-Amidi*8) dan kitab Irsyadul Fuhul karya Imam Asy-Syaukani*9), maupun kitab ushul fiqih yang secara khusus membahas masalah kaidah tarjih, seperti kitab Metode Tarjih atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara’, karya Dr. Muhammad Wafaa.*10)

IV. Fakta Bom Manusia
Pemahaman akan fakta yang menjadi sasaran penerapan hukum, sangat fundamental dalam proses istinbath hukum syara’ atau penerapan (tathbiq) hukum syara’. Para ulama ushul fiqih telah membuat rumusan bahwa hukum syara’ terhadap suatu fakta adalah cabang dari gambaran atau pengetahuan tentang fakta itu (al hukmu ‘ala asy-syai` far’un min tashawwurihi wal ‘ilmi bihi).*11)

Atas dasar itu, penulis akan mencoba memaparkan lebih dahulu fakta-fakta yang berkaitan dengan bom manusia sebelum menyampaikan berbagai pendapat ulama mengenai fakta bom manusia. Fakta-fakta ini penulis bagi menjadi empat bagian, yaitu: (1) definisi bom manusia; (2) data historis; (3) data statistik, dan (4) informasi teknis pelaksanaan bom nanusia itu sendiri.
A. Definisi

Definisi bom manusia, menurut Muhammad Tha’mah Al-Qadah adalah aktivitas seorang mujahid yang melemparkan dirinya pada kematian untuk melaksanakan tugas berat, dengan kemungkinan besar tidak selamat, akan tetapi dapat memberi manfaat besar bagi kaum muslimin.*12)

Menurut Nawaf Hail Takruri, bom manusia adalah aktivitas seorang (mujahid) mengisi tas atau mobilnya dengan bahan peledak, atau melilitkan bahan peledak pada tubuhnya, kemudian menyerang musuh di tempat mereka berkumpul, hingga orang tersebut kemungkinan besar ikut terbunuh.*13) Dapat juga penyerangan dilakukan pada berbagai sarana transportasi bermuatan banyak orang, seperti bus, pesawat terbang, kereta api, dan sebagainya. Dapat pula teknis pelaksanaannya dengan berpura-pura menyerah kepada musuh, kemudian ketika dekat dengan mereka dan memperoleh kesempatan, ia meledakkan bahan-bahan peledak yang dibawanya, sehingga menimbulkan banyak korban, baik yang terbunuh, terluka, atau mengalami kerusakan bangunan, dan termasuk juga terbunuhnya pelaku peledakan sendiri.*14)
B. Data Historis

Di Palestina, aksi bom manusia telah berlangsung setidaknya dalam 23 bulan terakhir (hingga September 2002).*15) Tepatnya, hal itu bermula ketika Sejak Syeikh Ahmad Yasin —tokoh spiritual Hamas dan inspirator gerakan jihad yang masih ada— merestui upaya Nabil Arir (24 tahun) meledakkan permukiman Israel di Kota Gaza, pada 26 Oktober 2000.

Para pelaku aksi pada umumnya berasal dari berbagai kelompok Islam yang melakukan jihad dan perlawanan terhadap Israel, yaitu Brigade Al-Qosam, Brigade Al-Aqso, Hamas, Al-Fatah, Hizbullah, Islamic Jihad, dan Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP). Menurut investigasi The Guardian, Brigade Al-Qosam —sayap militer Hamas— merupakan pemasok relawan jihad terbesar di Palestina. Dalam 56 aksi bom syahid terakhir (hingga Juli 2002), kelompok ini memasok sekitar 20 kadernya. Urutan berikutnya adalah kelompok Brigade Al-Aqsho, Islamic Jihad, dan Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP). Masing masing menyumbang 14, 11, dan dua mujahid.*16)
C. Data Statistik

Aksi bom manusia yang dilakukan di Palestina sejak bulan Oktober tahun 2000 telah mengakibatkan gugurnya 250 mujahid, yang umumnya berusia di bawah 30 tahun. Sebagian besar mereka adalah kaum muda yang sedang berada dalam usia produktif dan dinamis. Bahkan, dalam 56 aksi terakhir, pelakunya berusia di bawah tiga puluh tahun. Tiga orang di antaranya adalah wanita: Wafa Idris (27 tahun), Ayat Al-Akhras (16 tahun) dan Dari Abu Aysheh (20 tahun).*17)
Harian Yedioth Aharonot terbitan Israel, pada bulan Mei 2001 mempublikasikan data tentang tipikal para pelaku aksi bom manusia tersebut sebagai berikut:
a. sebanyak 67% pelaku aksi adalah kalangan terpelajar. Setidaknya sejumlah 39% pernah mengenyam bangku sekolah menengah atas (high school).
b. sebanyak 83% pelaku aksi adalah mereka yang masih lajang (single).
c. sebanyak 64% pelaku aksi berusia antara 18 hingga 23 tahun. Sisanya (36%), hampir semuanya berusia di bawah 30 tahun.
d. sebanyak 68% pelaku aksi berasal dari penduduk Tepi Barat.*18)

Mengenai opini penduduk Palestina tentang aksi bom manusia itu sendiri, sebuah jajak pendapat (polling) telah dilakukan oleh Palestinian Center for Public Opinion (PCPO) yang dipimpin Dr. Nabil Kukali, pada akhir Mei 2001. Respondennya adalah penduduk Palestina dewasa yang ada di Tepi Barat, Jalur Gaza, termasuk juga Yerussalem Timur. Hasilnya adalah:
a. dalam jumlah mayoritas (76,1%) muslim Palestina mendukung aksi bom manusia.
b. sejumlah kecil responden (12,5%) menolaknya (tidak setuju).
c. sejumlah 11,4% dari responden tidak menyatakan pendapatnya (abstain).*19)
D. Teknis Pelaksanaan Aksi

Seorang pelaku aksi pemboman akan mengalami 4 (empat) tahapan yang harus dilalui hingga dia menjalankan aksinya. Empat tahap itu adalah: (1) pengetesan (seleksi), (2) rekrutmen, (3) persiapan, dan (4) pelaksanaan aksi. Semua tahap-tahap ini umumnya dilaksanakan oleh berbagai brigade jihad yang ada di Palestina.*20)

Pada tahap seleksi, seorang calon pelaku aksi akan dibawa ke kamp pelatihan dan diamati terlebih dahulu perilakunya selama beberapa hari. Dilakukan juga wawancara dan diskusi dengannya. Dalam seleksi ini, akan dinilai apakah seorang calon pelaku aksi memenuhi kriteria yang ditetapkan. Menurut Sholah Syehada, Komandan Batalion Al-Qossam, calon pelaku aksi harus memenuhi empat kriteria, yaitu: (1) harus betul-betul seorang muslim yang taat menjalankan agama Islam, dan direstui oleh orangtuanya; (2) bukan merupakan tulang punggung keluarganya; (3) memiliki kemampuan dan keahlian melakukan misi; dan (4) dapat menjadi teladan bagi muslim lainnya agar mengikuti jejaknya.*21)

Pada tahap rekrutmen, seorang calon aksi berarti dinilai sudah memenuhi kriteria-kriteria tersebut dan dianggap telah resmi bergabung dengan sebuah brigade serta siap menjalankan misi.

Pada tahap persiapan, seorang calon digembleng selama 20 hari dalam kamp pelatihan. Seorang instruktur akan melakukan diskusi mendalam dengan para calon tentang agama Islam. Para calon juga diajak menonton video tentang para syuhada dan menganalisis serangan yang telah dilakukan pendahulu mereka itu. Ketika persiapan sudah komplet dan mantap, para calon memasuki tahap pelaksanaan aksi.
Pada tahap pelaksanaan aksi, seorang anggota dari unit lain akan menjemput seorang calon dan menemaninya melakukan perjalanan akhir. Setelah deskripsi tugasnya ditentukan, pengebom diberi tahu secara persis pada menit-menit terakhir apa yang harus dilakukan, misalnya apakah ia akan menjadi pengebom “bunuh diri” atau menyerang target dengan granat dan senapan sampai akhirnya ia ditembak mati.

Bila ia ditentukan menjadi pengebom “bunuh diri”, dia segera mengenakan rompi yang sudah diisi dengan 10 kilogram bahan peledak dan lima kilogram paku serta baja. Ini kira-kira 15 menit sebelum ia diterjunkan ke sasaran. Di saat itulah ia diberitahu secara persis sasaran yang harus dihancurkan dengan dirinya yang sudah “berbaju” bom. Sasaran ini bisa berupa sebuah bus, pesawat terbang, kereta api, sebuah gedung pertemuan umum, sebuah supermarket, jalan yang padat pengunjung, dan sebagainya.
V. Pendapat Ulama

Secara garis besar terdapat dua pendapat ulama dalam masalah aksi bom manusia tersebut, yaitu sebagian membolehkan dan sebagian lainnya mengharamkan. Di antara ulama masa kini yang membolehkan adalah:
1. Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili (Dekan Fakultas Syariah Universitas Damaskus).
2. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili (Ketua Jurusan Fiqih dan Ushul Fiqih Fakultas Syariah Universitas Damaskus).
3. Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi (Ketua Jurusan Theologi dan Perbandingan Agama Fakultas Syariah Universitas Damaskus).
4. Dr. Ali Ash-Shawi (Mantan Ketua Jurusan Fiqih dan Perundang-undangan Fakultas Syariah Universitas Yordania).
5. Dr. Hamam Said (Dosen Fakultas Syariah Universitas Yordania dan anggota Parlemen Yordania).
6. Dr. Agil An-Nisyami (Dekan Fakultas Syariah Universitas Kuwait).
7. Dr. Abdur Raziq Asy-Syaiji (Guru Besar Fakultas Syariah Univesitas Kuwait).
8. Syaikh Qurra Asy-Syam Asy-Syaikh Muhammad Karim Rajih (ulama Syiria).
9. Syaikhul Azhar (Syaikh Muhammad Sayyed Tanthawi).
10. Syaikh Muhammad Mutawalli Sya’rawi (ulama Mesir).
11. Fathi Yakan (aktivis dakwah Ikhwanul Muslimin).
12. Dr. Syaraf Al-Qadah (ulama Yordania).
13. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi (ulama Qatar).
14. Dr. Muhammad Khair Haikal (aktivis dakwah Hizbut Tahrir).
15. Syaikh Abdullah bin Hamid (Mantan Hakim Agung Makkah Al-Mukarramah).
Sementara itu ulama kontemporer yang mengharamkan aksi bom manusia antara lain:
1. Syaikh Nashiruddin Al-Albani (ulama Arab Saudi).
2. Syaikh Shaleh Al-Utsaimin (ulama Arab Saudi).
3. Syaikh Hasan Ayyub.
A. Dalil-Dalil Yang Membolehkan

Al-Qadah dalam kitabnya Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam telah menyebutkan sekitar 20 dalil syara’ yang mendasari bolehnya melakukan aksi bom manusia, yang dihimpunnya dari pendapat-pendapat ulama yang membolehkan aksi bom manusia ini.*23) Di antaranya adalah:
1. Firman Allah SWT

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri, dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan al-Qur`an.” (Qs. at-Taubah [9]: 111).
Al-Qadah mengatakan bahwa wajhud dalalah (segi pemahaman dalil) dari ayat ini adalah, bahwa perang di jalan Allah mempunyai resiko besar berupa kematian (wa yuqtalun “dan mereka terbunuh”). Padahal kematian ini merupakan sesuatu yang kemungkinan besar atau pasti akan terjadi pada aksi bom manusia. Akan tetapi meski demikian, Allah SWT tetap memerintahkannya dan memberikan pahala surga bagi yang melaksanakannya. Perintah Allah SWT ini menunjukkan izin dari Allah untuk melaksanakannya.*24)
2. Firman Allah SWT:

“Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur (terbunuh) atau memperoleh kemenangan maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (Qs. an-Nisaa` [4]:74).
Wajhud dalalah dari ayat ini, menurut Al-Qadah, adalah bahwa Allah SWT menyamakan pahala orang yang gugur dengan pahala orang yang mampu mengalahkan musuh karena membela agama Allah. Dan orang yang melakukan aksi bom manusia, dalam hal ini termasuk dalam kategori orang yang gugur di jalan Allah tadi, bukan termasuk orang yang bunuh diri. Sebab andaikata termasuk orang yang bunuh diri, Allah tidak akan memberikan pahala besar baginya, tetapi malah akan memasukkannya ke dalam neraka, seperti keterangan dalam hadits-hadits Nabi Saw.*25)
3. Firman Allah SWT:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. al-Baqarah [2]: 195)

Ayat ini tidak melarang aktivitas perang di jalan Allah yang dapat membuat diri sendiri terbunuh. Atau dengan kata lain, membolehkan aktivitas perang semacam itu. Dan aksi bom manusia termasuk aktivitas perang yang dapat membuat pelakunya terbunuh. Pemahaman ini didasarkan pada penjelasan shahabat bernama Abu Ayyub Al-Anshari yang mengoreksi pemahaman yang salah terhadap ayat tersebut, yang dipahami sebagai larangan mengorbankan diri dalam peperangan.*26)

Imam Al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya mengatakan, “Yazib bin Abi Habib telah meriwayatkan dari Aslam bin Imran, yang berkata, ‘Kami berperang melawan pasukan Konstantinopel dan pasukan saat itu dipimpin oleh Abdurrahman bin Al-Walid. Pada waktu itu orang-orang Romawi telah merapat pada benteng kota. Kemudian seseorang maju ke tengah barisan musuh. Ketika itu orang-orang berkata, ‘Laa ilaaha illallah, ia menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan.’ Maka berdirilah Abu Ayyub Al-Anshari seraya berkata, ‘Subhanallah, Allah telah menurunkan ayat ini pada kami sekalian orang Anshar. Ketika Allah telah menolong Nabi-Nya dan menampakkan agama-Nya, kami orang Anshar berkata, ‘Kita akan diam (tidak berperang) dan akan mengurus harta-harta kami. Kemudian turunlah firman Allah “maka belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (Qs. al-Baqarah [2]: 195). Dan yang dimaksud dengan menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan adalah kesibukan kami mengurus harta dan meninggalkan jihad.”*27

Al-Qadah menyimpulkan, bahwa dengan demikian, ayat ini menunjukkan bolehnya mempertaruhkan nyawa dalam peperangan, meskipun yakin akan terbunuh. Aksi bom manusia termasuk jenis aktivitas seperti ini.*28)
4. Firman Allah SWT:

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya namun Allah mengetahuinya.” (Qs. at-Taubah [9]: 97).
Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan bahwa aksi-aksi bom manusia termasuk dalam bentuk jihad yang paling besar. Aksi ini termasuk dalam aksi-aksi teror (irhab) sebagaimana yang tertera dalam ayat di atas.*29)
4. Hadits Nabi Saw sebagaimana riwayat Imam Muslim berikut:

Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah pernah pada Perang Uhud hanya bersama tujuh orang Anshar dan dua orang dari kaum Quraisy. Ketika musuh mendekati Nabi Saw, beliau bersabda, “Barangsiapa bisa menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surga, atau ia bersamaku di surga.” Kemudian satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Musuh mendekat lagi dan Rasulullah bersabda lagi, “Barangsiapa bisa menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surga, atau ia bersamaku di surga.” Kemudian satu orang dari Anshar maju dan bertempur sampai gugur. Dan hal ini terus berlangsung sampai ketujuh orang Anshar tersebut terbunuh.” [HR. Muslim].*30)

Ketika Nabi Saw mengatakan, “Barangsiapa bisa menyingkirkan mereka dari kita, ia akan masuk surga…” adalah sebuah isyarat bahwa mereka akan terbunuh di jalan Allah, dan dalam hal ini kematian hampir dapat dipastikan. Peristiwa ini menunjukkan bolehnya mengorbankan diri sendiri —seperti halnya aksi bom manusia— dengan keyakinan akan mati di jalan Allah.*31)
B. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan
Sebagian ulama seperti Nashiruddin Al-Albani dan Syaikh Shaleh Al-Utsaimin mengharamkan aksi bom manusia. Berikut pendapat mereka dan dalil-dalilnya:
1. Syaikh Nashiruddin Al-Albani ketika ditanya hukum aksi bom manusia, beliau menjawab bahwa aksi bom manusia dibenarkan dengan syarat adanya pemerintahan Islam yang berlandaskan hukum Islam, dan seorang tentara harus bertindak berdasarkan perintah pemimpin perang (amirul jaisy) yang ditunjuk khalifah. Jika tidak ada pemerintahan Islam di bawah pimpinan khalifah, maka aksi bom manusia tidak sah dan termasuk bunuh diri.*32)
2. Syaikh Shaleh Al-Utsaimin ketika ditanya mengenai seseorang yang memasang bom di badannya lalu meledakkan dirinya di tengah kerumunan orang kafir untuk melemahkan mereka, beliau menjawab bahwa tindakan itu adalah bunuh diri. Pelakunya akan diazab dalam neraka Jahannam dengan cara yang sama yang digunakan untuk bunuh diri di dunia, secara kekal abadi. Beliau berdalil dengan firman Allah SWT yang melarang bunuh diri:

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 29).
Beliau juga berdalil dengan hadits-hadits Nabi Saw yang melarang bunuh diri, seperti hadits Nabi Saw:
“Barangsiapa yang mencekik lehernya, ia akan akan mencekik lehernya sendiri di neraka. Dan barang siapa yang menusuk dirinya, ia akan menusuk dirinya sendiri di neraka.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].*33)
VI. Diskusi Dan Tarjih

Dengan mendalami pendapat masing-masing baik yang membolehkan maupun yang mengharamkan aksi bom manusia, penulis berpendapat bahwa pendapat yang kuat (rajih) adalah pendapat yang membolehkan aksi bom manusia. Aksi ini menurut penulis bukanlah tindakan bunuh diri dan dengan demikian pelakunya insya Allah akan mendapatkan surga, bukan neraka.

Parameter yang penulis gunakan untuk menilai pendapat yang lebih kuat adalah ketepatan penggunaan dalil terhadap fakta yang menjadi permasalahan. Hal ini sangat penting mengingat salah satu langkah penting dalam proses istinbath hukum adalah fahmul waqi’, atau memahami fakta yang menjadi sasaran penerapan hukum. Untuk dapat menerapkan suatu ketentuan fiqih secara tepat, seorang faqih harus mengetahui fakta yang akan dihukumi. Thaha Jabir Al-Alwani ketika menyebutkan pengertian fiqih, menyatakan bahwa fiqih adalah pengetahuan seorang faqih (ahli fiqih) terhadap hukum suatu fakta (al-waqi’ah) yang diambil dari dalil-dalil yang rinci dan parsial yang telah ditetapkan Asy Syari’ (Allah) untuk menunjukkan hukum-hukumnya.*34) Definisi ini mengisyaratkan satu hal penting yang harus dimiliki seorang faqih, yaitu pengetahuan tentang fakta permasalahan (al-waqi’ah). Maka dari itu, sebagaimana ditegaskan oleh Yusuf Al-Qaradhawi, di antara sebab-sebab kesalahan fatwa adalah ketidakpahaman tentang masalah yang ditanyakan, sehingga keliru menerapkan nash-nash syara’ yang dimaksud dengan kejadian yang sebenarnya.*35)

Memahami fakta dengan baik ini, menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, adalah langkah pertama dari seseorang yang akan mengistinbath hukum syara’ untuk fakta itu. Menurut An-Nabhani metode yang harus ditempuh seorang mujtahid dalam mengistinbath hukum adalah: pertama, mengkaji masalah yang ada sehingga dipahami dengan sempurna; kedua, mengkaji nash-nash syara’ yang berkaitan dengan masalah tersebut; ketiga, mengistinbath hukum syara’ untuk masalah tersebut dari dari dalil-dalil syar’i.*36)

Fakta yang harus dipahami dan menjadi objek penerapan hukum syara’ ini oleh An-Nabhani disebutnya dengan istilah manath, yang menurut beliau manath adalah fakta yang padanya akan diterapkan suatu hukum syara’ (al-waqi’ alladzi yuthabbaqu ‘alaihi al-hukmu). Manath ini harus dikaji dengan baik dalam dua keadaan: pertama, dalam rangka proses istinbath hukum syara’ untuk menghukumi suatu manath tertentu; kedua, dalam rangka menerapkan hukum syara’ yang sudah ditetapkan pada suatu manath tertentu.*37)

Berdasarkan ini, maka ketidaktepatan memahami fakta permasalahan, akan dapat menimbulkan kekeliruan penerapan nash-nash syara’ yang pada gilirannya akan mengakibatkan kekeliruan fatwa atau ijtihad. Berkaitan dengan pendapat ulama yang mengharamkan aksi bom manusia, penulis dapati mereka kurang cermat memahami fakta yang akan menjadi objek hukum ini, yaitu tidak dapat membedakan secara jernih aktivitas bom manusia dengan aktivitas bunuh diri. Padahal di antara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar. Al-Qadah menjelaskan perbedaan bunuh diri dan aksi bom manusia dalam 3 (tiga) aspek berikut:

Pertama, Motivasi. Motivasi orang yang melakukan aksi bom manusia adalah keinginan untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Sedangkan orang yang bunuh diri, jelas tidak punya keinginan untuk menegakkan kalimat Allah, melainkan ingin mengakhiri hidup karena berbagai kesulitan duniawi yang tidak sanggup lagi dipikul, seperti penyakit berat, kegagalan cinta, kebangkrutan usaha, kehancuran rumah tangga, dililit utang, dan sebagainya.

Kedua, Akibat di akhirat. Orang yang mati syahid mengorbankan dirinya dengan cara aksi bom manusia, buahnya adalah surga, sebagaimana janji Allah dalam banyak ayat al-Qur’an. Sedangkan akibat di akhirat bagi orang yang bunuh diri, jelas bukan surga, karena yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya adalah adzab di neraka, yaitu akan disiksa di neraka dengan cara yang sama yang digunakan untuk bunuh diri di dunia.

Ketiga, Dampak duniawi. Orang yang melakukan aksi bom manusia dalam rangka jihad, dampaknya adalah dapat mengguncang musuh, menanamkan ketakutan pada hati musuh, atau melemahkan mental mereka dalam peperangan. Ini sebagaimana terjadi di Lebanon, Sudan, Palestina, dan sebagainya. Sedang orang yang bunuh diri dampaknya hanyalah menimbulkan kesedihan dan kepedihan keluarga, dan sama sekali tidak ada dampak terhadap perlawanan kepada musuh.*38)

Perbedaan antara orang yang melakukan aksi bom manusia di jalan Allah dengan orang yang bunuh diri, dapat diringkas dalam keterangan dibawah berikut:

*Bom Bunuh Manusia
Motivasi: Ingin menegakkan kalimat Allah SWT
Akibat Akhirat: Surga, karena termasuk mati syahid
Dampak Duniawi: Mengguncang musuh atau melemahkan mental musuh

*Bunuh Diri
Motivasi: Ingin mengakhiri kehidupan karena putus asa menghadapi kesulitan duniawi
Akibat Akhirat: Neraka
Dampak Duniawi: Hanya menimbulkan kesedihan keluarga

Dengan adanya perbedaan seperti digambarkan di atas, jelas tidak tepat jika dikatakan bahwa aksi bom manusia seperti yang dilakukan para mujahidin Palestina saat ini, adalah tindakan bunuh diri yang konyol.

Namun demikian, menurut penulis pendapat Syaikh Shaleh Al-Utsaimin yang menganggap aksi bom manusia sebagai tindakan bunuh diri, tidak dapat dianggap mutlak salah. Dalam arti, pendapat tersebut masih dapat diterima dalam satu keadaan, yaitu jika pelaku aksi pemboman niatnya memang untuk bunuh diri, bukan untuk meninggikan kalimat Allah dalam rangka jihad di jalan Allah. Dalam kondisi demikian, berlakulah kaidah fiqih:
Al-umuuru bi maqaashidiha “Segala sesuatu perkara tergantung pada maksud-maksudnya.”*39)

Dengan demikian, jika seorang pelaku aksi bom manusia meniatkan aktivitasnya untuk bunuh diri karena putus asa dan ingin lari dari kesulitan hidup, dan tidak meniatkan untuk berjihad lillahi ta’ala, maka pada saat itu aktivitasnya tergolong bunuh diri yang haram menurut syara’. Maka dalil-dalil ulama yang mengharamkan aksi bom manusia seperti telah disebutkan di atas, dapat diterapkan untuk kondisi seperti ini. Sedang jika pelaku aksi berniat meninggikan kalimat Allah dan berjihad di jalan Allah, maka menurut penulis aktivitasnya tidak dapat digolongkan bunuh diri.

Adapun pendapat Syaikh Nashiruddin Al-Albani yang mensyaratkan bahwa jihad secara umum dan aksi bom manusia secara khusus wajib di bawah kepemimpinan khalifah, menurut pandangan penulis, bukan pendapat yang kuat. Hal ini karena dua alasan berikut:
Pertama, nash-nash yang mewajibkan jihad bersifat mutlak, tidak bersifat muqayyad, dalam arti tidak disyaratkan jihad wajib dilakukan bersama seorang khalifah. Misalnya firman Allah SWT:

“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” (Qs. at-Taubah [9]: 123).

Ayat ini merupakan perintah melakukan jihad yang bersifat mutlak. Tidak ada persyaratan bahwa jihad wajib dilaksanakan di bawah kepemimpinan khalifah. Jadi keberadaan khalifah bukan syarat kewajiban jihad. Jihad tetap fardhu baik ketika khalifah ada maupun tidak ada. Hal ini disebabkan nash-nash yang bersifat mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang menunjukkan taqyidnya, sebagaimana kaidah ushul:

Al-Uthlaaqu yabqa ‘ala ithlaaqihi ma lam yaqum dalilun ‘ala taqyiidihi “Lafazh mutlak tetap dalam kemutlakannya selama tidak ada dalil yang membatasinya (taqyid).”*40)

Kedua, ada nash-nash hadits yang secara khusus mewajibkan jihad dalam segala keadaan, baik kaum muslimin berada di bawah pemimpin yang adil maupun yang fajir (fasik). Misalnya sabda Nabi Saw:

“Jihad itu tetap wajib atas kalian bersama setiap pemimpin, yang baik maupun yang jahat. (Sebagaimana) shalat juga tetap wajib atas kalian di belakang seorang muslim, yang baik ataupun yang jahat, sekali pun dia mengerjakan dosa-dosa besar.” [HR. Abu Dawud dan Abu Ya’la].*41)

Atas dasar hadits ini, maka jihad tetap wajib dilaksanakan meskipun pemimpin umat Islam adalah pemimpin yang zalim, termasuk di dalamnya pemimpin yang bukan khalifah.

Maka dari itu, jelaslah bahwa menurut penulis, pandangan Al-Albani yang mensyaratkan jihad harus di bawah pimpinan khalifah, adalah pandangan yang lemah dan tidak dapat diterima. Sebagai implikasinya, aksi bom manusia saat ini yang dilakukan di Palestina, pada saat khalifah kaum muslimin tidak ada semenjak runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924, tetap sah dan pelakunya tidak berdosa melakukannya.

VII. Kesimpulan
Dari seluruh uraian yang telah diutarakan, penulis menarik beberapa kesimpulan berikut:
1. Para ulama kontemporer berbeda pendapat mengenai hukum melakukan aksi bom manusia dalam peperangan melawan musuh kafir, seperti yang terjadi saat ini di Palestina. Ada yang membolehkan dan ada pula yang mengharamkan.
2. Dalil-dalil ulama yang membolehkan aksi bom manusia menurut penulis lebih kuat daripada yang mengharamkan, dengan pertimbangan bahwa ulama yang membolehkan mempunyai pemahaman fakta yang lebih jeli, dan dalil-dalilnya lebih sesuai untuk fakta yang dimaksudkan. Sedang dalil-dalil ulama yang mengharamkan, menurut penulis tidak sesuai dengan fakta permasalahan yang ada.
3. Ada perbedaan yang jelas antara aksi bom manusia dan tindakan bunuh diri, baik dari segi motivasi, akibat di akhirat, dan dampaknya di dunia. Namun demikian, aksi bom manusia bisa saja tergolong bunuh diri jika niatnya memang untuk bunuh diri dan bukan untuk menegakkan kalimat Allah. [M. Shiddiq al-Jawi]

Daftar Pustaka


• Ahmad, Imam. Musnad Imam Ahmad. CD Hadits Kutub At-Tis’ah.
• Al-Alwani, Thaha Jabir Fayyadh. 1987. Adab Al-Ikhtilaf fi Al-Islam. Cetakan III. (Washington: Al-Ma’had Al-‘Alami li Al-Fikr Al-Islami).
• Al-Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bari.
• Al-Baghdadi, Abdurrahman. 1986. Radd ‘Ala Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyah (Sydney: Syabab Hizbut Tahrir Australia).
• Al-Qadah, Muhammad Tha’mah. 2002. Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam (Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam). Alih Bahasa Haris Muslim. Cetakan I. (Banding: Pustaka Umat)
• Al-Qaradhawi, Yusuf. 1994. Ikut Ulama Yang Mana ? Etika Berfatwa dan Mufti-Mufti Masa Kini (Al-Fatwa Baina Al-Indhibath wa At-Tasayyub). Alih bahasa Ali Tsauri dkk. Cetakan I. (Surabaya : Pustaka Progressif)
• Al-Qarhudaghi, Ali Muhyidin. 1992..Hukm Ijra` Al-Uqud bi Alat Al-Ittishal Al-Haditsah. (Beirut: Mu`assah Ar Risalah).
• Al-Qurthubi, Imam. Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an.
• An-Nabhani, Taqiyuddin. 1953. Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz III. Cetakan II. (Al Quds: tanpa penerbit).
• ———-. 1973. At-Tafkir. Cetakan I. (tanpa tempat penerbit : tanpa penerbit)
• ———-. 2001. Nizham Al-Islam. Cetakan VI. (tanpa tempat penerbit: tanpa penerbit).
• Asy-Syafi’i, Ahmad Muhammad. 1983. Ushul Fiqh Al-Islami. (Iskandariyah: Mu`assasah Tsaqafah Al-Jama’iyah).
• As-Suyuti, Jalaluddin. Tanpa Tahun. Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu’. (Semarang: Mathba’ah Usaha Keluarga).
• Junaedi, Dedi. “Heboh Balita Hamas”. Republika on Line, Selasa 2 Juli 2002, www.republika.co.id
• ———-. “Suara dari Para Ulama”. Republika on Line, Selasa 3 Jui 2002. www.republika.co.id
• ———- “Syahidnya Calon Mempelai”. Republika on Line, Rabu 3 Juli 2002, www.republika.co.id
• ———- “Motivasi di Balik Bom Syahid”. Republika on Line, Kamis 4 Juli 2002, www.republika.co.id
• Haikal, Muhammad Khair. 1996. Al-Jihad wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syar’iyah. Cetakan II. (Beirut: Darul Bayariq).
• “Nyawa pun Kami Berikan”. Kompas on Line. Minggu 7 April 2002. www.kompas.com
• “Komandan Batalion Al-Qossam Beberkan Strategi Operasi Mati Syahid”. 29 Mei 2002, www.alislam.or.id
• Muslim, Imam. Shahih Muslim. CD Kutub At-Tis’ah.
• Shuman, Ellis. “What Makes Suicide Bombers Tick?”. 4 Juni 2001, www.israelinsider.com
• Takruri, Nawaf Hail.2002. Aksi Bunuh Diri atau Mati Syahid (Al-‘Amaliyat Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan Al-Fiqhi). Alih Bahasa M. Arif Rahman. Cetakan I. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar).
• Wafaa, Muhammad. 2001. Metode Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara’ (Ta’arudh Al-Adillah Asy-Syar’iyah min Al-Kitab wa As-Sunnah wa At-Tarjih Bainaha). Alih Bahasa Muslich. Cetakan I. (Bangil: Al-Izzah).

Catatan Kaki:
1. Dedi Junaedi, “Heboh Balita Hamas”, Republika On Line, Selasa 2 Juli 2002, www.republika.co.id
2. Dedi Junaedi, “Suara dari Para Ulama”, Republika On Line, Selasa 3 Jui 2002, www.republika.co.id
3. Ibid.
4. Lihat Nawaf Hail Takruri, Aksi Bunuh Diri atau Mati Syahid (Al-‘Amaliyat Al-Istisyhidiyah fi Al-Mizan Al-Fiqhi), alih bahasa M. Arif Rahman, Cetakan I, (Jakarta :P ustaka Al-Kautsar), 2002.
5. Muhammad Tha’mah Al Qadah, Aksi Bom Syahid dalam Pandangan Hukum Islam (Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam), alih bahasa Haris Muslim, Cetakan I, (Banding : Pustaka Umat), 2002.
6. Muhammad Khair Haikal, Al-Jihad wa Al-Qital fi As-Siyasah Asy-Syar’iyah, Cetakan II, (Beirut : Darul Bayariq), 1996.
7. Kenetralan istilah dalam kajian diperlukan agar tidak terjadi tahsil al-hasil, yaitu menghasilkan kesimpulan yang sudah dihasilkan. Ungkapan “bom syahid dalam pandangan Islam”, atau “bom bunuh diri dalam pandangan Islam” tak ubahnya seperti ungkapan “riba bank dalam pandangan Islam.” Yang tepat mestinya “bunga bank dalam pandangan Islam”, sebab “bunga bank” menggambarkan fakta objektif. Sedang “riba bank” adalah suatu penilaian atas fakta, atau kesimpulan atas suatu fakta.
8. Saifuddin Al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, Juz III dan IV, (Beirut : Darul Fikr), 1996.
9. Imam Asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila Tahqiq Al-Haq min ‘Ilm Al-Ushul, (Beirut: Darul Fikr), tanpa tahun.
10. Muhammad Wafaa, Metode Tarjih Atas Kontradiksi Dalil-Dalil Syara’ (Ta’arudh Al-Adillah Asy-Syar’iyah min Al-Kitab wa As-Sunnah wa At-Tarjih Bainaha), alih bahasa Muslich, Cetakan I, (Bangil ; Al-Izzah), 2001.
11. Ali Muhyidin Al Qarhudaghi, Hukm Ijra` Al-Uqud bi Alat Al-Ittishal Al-Haditsah , (Beirut: Mu`assah Ar Risalah), 1992, hal. 9.
12. Muhammad Tha’mah Al-Qadah, op.cit., hal. 17.
13. Nawaf Hail Takruri, op.cit. hal. 2; Muhammad Tha’mah Al-Qadah, op.cit., hal. 12 dan 17.
14. Nawaf Hail Takruri, op.cit. hal. 2-3.
15. Dedi Junaedi, “Syahidnya Calon Mempelai”, Republika On Line, Rabu 3 Juli 2002, www.republika.co.id
16. Ibid.
17. Dedi Junaedi, “Motivasi di Balik Bom Syahid”, Republika On Line, Kamis 3 Juli 2002, www.republika.co.id
18. Data ini dikutip oleh Ellis Shuman, “What Makes Suicide Bombers Tick?”, 4 Juni 2001, www.israelinsider.com
19. Ibid.
20. Ini berdasarkan investigasi Hala Jaber, seorang penulis Lebanon, yang laporannya diturunkan dalam London Sunday Times, edisi 25 Maret 2001. Lihat “Nyawa pun Kami Berikan”, Kompas On Line, Minggu 7 April 2002, www.kompas.com
21. “Komandan Batalion Al-Qossam Beberkan Strategi Operasi Mati Syahid”, 29 Mei 2002, www.alislam.or.id
22. Muhammad Tha’mah Al-Qadah, op.cit., hal. 49; Nawaf Hail Takruri, op.cit., hal. xiv-xv.
23. Muhammad Tha’mah Al-Qadah, op.cit., hal. 23-37.

24. Muhammad Tha’mah Al Qadah, op.cit., hal. 23 (dengan sedikit perbaikan dan tambahan redaksional); Muhammad Khair Haikal, op.cit., Juz II, hal. 1400.
25. Muhammad Tha’mah Al Qadah, op.cit., hal. 24 (dengan sedikit perbaikan dan tambahan redaksional).
26. Muhammad Tha’mah Al Qadah, op.cit., hal. 25.
27. Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur`an, Juz II, hal. 361.
28. Muhammad Tha’mah Al Qadah, op.cit., hal. 26.
29. Nawaf Hail Takruri, op.cit., hal. 97.
30. Shahih Muslim, hadits no. 1789, Juz III, hal. 1315.
31. Muhammad Tha’mah Al Qadah, op.cit., hal. 30; Muhammad Khair Haikal, op.cit, Juz III, hal. 1400.
32. Fatwa lengkap Al-Albani lihat Muhammad Tha’mah Al Qadah, op.cit., hal. 50-51, dan 54; Lihat juga Nawaf Hail Takruri, op.cit., hal.68-70. Namun dalam kedua sumber ini tidak ada nash khusus yang disebut oleh Al-Albani.
33. Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, Juz III, hal. 593; Musnad Imam Ahmad, Juz II, hal. 435.
34. Thaha Jabir Fayyadh Al-Alwani, Adab Al-Ikhtilaf fi Al-Islam, Cetakan III, (Washington: Al-Ma’had Al-‘Alami li Al-Fikr Al-Islami), 1987, hal. 104
35. Yusuf Al-Qaradhawi, Ikut Ulama Yang Mana ? Etika Berfatwa dan Mufti-Mufti Masa Kini (Al-Fatwa Baina Al-Indhibath wa At-Tasayyub), alih bahasa Ali Tsauri dkk, Cetakan I, (Surabaya : Pustaka Progressif), 1994, hal. 72.
36. Taqiyuddin An-Nabhani, Nizham Al-Islam, Cetakan VI, (tanpa tempat penerbit: tanpa penerbit), 2001, hal. 74. Lihat juga kitab An Nabhani lainnya dalam pembahasan ini, At-Tafkir, Cetakan I, (tanpa tempat penerbit: tanpa penerbit),1973, hal. 148.
37. Taqiyuddin An-Nabhani, Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, Juz III, Cetakan II, (Al Quds: tanpa penerbit), 1953, hal. 339-341. Bandingkan dengan definisi manath menurut Al-Amidi, Al-Ihkam, Juz III, hal. 204.
38. Muhammad Tha’mah Al-Qadah, op.cit., hal. 18-21.
39. Lihat Jalaluddin As-Suyuti, Al-Asybah wa An-Nazha`ir fi Al-Furu’, (Semarang: Mathba’ah Usaha Keluarga), tanpa tahun, hal. 6.
40. Ahmad Muhammad Asy-Syafi’i, Ushul Fiqh Al-Islami, (Iskandariyah: Mu`assasah Tsaqafah Al-Jama’iyah), 1983, hal. 322; Imam Asy-Syaukani, op.cit. hal.164; Saifuddin Al-Amidi, op.cit., Juz III, hal. 3.
41. Abdurrahman Al-Baghdadi, Radd ‘Ala Kitab Ad-Da’wah Al-Islamiyah, (Sydney: Syabab Hizbut Tahrir Australia), 1986, hal. 122.
Updated about a month ago · Comment · Like

Bantahan terhadap tulisan "tiada khilafah tanpa tauhid dan jihad" Share

Bagi sebagian kalangan, pemahaman jihad kelihatan menakutkan. Apalagi dengan berbagai komentar yang terkesan menyudutkan, terutama seputar pengertian atau esensi jihad. Tulisan ini tidak memberikan komentar secara langsung tentang jihad, tapi lebih dititikberatkan kepada pemahaman tentang jihad itu sendiri. Tentu saja dalam perspektif Islam.

Pengertian dan Hakikat Jihad
Menurut arti bahasa, jihad adalah bersungguh-sungguh. Jahada fi al amri, artinya berusaha dengan sungguh-sungguh. Dengan mendasarkan pada pengertian bahasa tersebut, oleh sebagian tokoh agama dan intelektual, kata jihad diimplementasikan dalam banyak aspek. Maka, menurut mereka, semua kegiatan kebaikan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh adalah jihad. Menuntut ilmu, bekerja, atau berbagai kegiatan lain, bila dilakukan secara sungguh-sungguh dan bertujuan baik semua adalah jihad.
Tetapi, jihad tidak boleh dibatasi pengertiannya hanya menurut arti bahasa saja. Karena, di samping arti bahasa jihad juga memiliki makna istilah yang digali dari nash-nash syar’i yang menjelaskan tentang perintah jihad. Berdasarkan istilah syar’i itulah jihad memiliki makna yang spesifik yang berbeda dengan makna lughawinya (bahasa). Menurut Syekh Taqiyyudin an-Nabhany dalam kitabnya Syakhshiyyah Islamiyyah jilid II, jihad diartikan sebagai “qitaalu al-kuffari fii sabilillahi li i’lai kalimatillahi”, yaitu memerangi orang-orang kafir di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat Allah (Islam). Jadi, jihad adalah mengangkat senjata untuk melawan atau memerangi orang-orang kafir, dalam rangka membela kehormatan Islam dan kaum muslimin. Juga, jihad haruslah dilakukan semata-mata dengan niat untuk menegakkan kedaulatan Islam. Bukan untuk hal yang lain. Misalnya, berniat semata untuk mendapatkan rampasan perang, kedudukan, pujian dan sebagainya.
Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, jihad harus dilakukan sesuai dengan tuntunan hukum syara’i tentang masalah tersebut.. Tidak boleh serampangan, sekadar mengikuti kehendak pribadi atau kelompok.
Pengertian jihad secara syar’i inilah yang acapkali sering dikaburkan, sehingga hakikat jihad itu sendiri menjadi kabur. Oleh karena itu, jihad harus dikembalikan pada makna syar’inya yang benar, dan tidak boleh menempatkannya pada pengertian bahasa, kecuali pada konteks tertentu yang memang berkait dengan makna bahasa saja.
Ditinjau dari segi kewajiban melaksanakannya, jihad dibedakan atas Jihad ofensif dan defensif. Jihad ofensif adalah jihad yang diemban oleh Daulah Islamiyah dalam rangka menyebarkan risalah Islam ke suatu negara, dan dilakukan sebagai jalan terakhir setelah upaya persuasif (dakwah) mengalami hambatan atau halangan yang bersifat fisik. Artinya, ketika proses penyebaran risalah Islam melalui dakwah yang dilakukan oleh negara Khilafah kepada bangsa-bangsa lain, mendapat reaksi penolakan, tidak mau tunduk bahkan melawan dengan kekuatan (militer), maka saat itulah dilancarkan jihad ofensif. Tetapi, jika mereka membuka diri terhadap dakwah, tidak menentang ketika dijelaskan kepada mereka tentang kebenaran ajaran Islam serta kesalahan keyakinan yang mereka peluk dengan seperangkat argumentasi yang menggugah akal, menyentuh perasaan dan menentramkan jiwa, mereka tidak akan diperangi. Terlebih lagi bila mereka mengubah dan meninggalkan aqidah mereka dengan memeluk aqidah Islam, mereka akan menjadi bagian dari umat Islam.
Jihad tidak pula akan dikobarkan, meskipun mereka menolak masuk Islam, karena memang tidak ada paksakan dalam hal memeluk agama Islam, tetapi mereka bersedia tunduk terhadap kekuasaan Islam. Mereka tergolong sebagai ahlu zhimmah, yang harus tunduk kepada seluruh hukum-hukum islam, kecuali yang menyangkut perkara ibadah, pakaian dan makanan-minuman serta yang terkait dengan keyakinan mereka. Jadi, hanya bila mereka menolak dan menghalangi dakwah, serta tidak mau tunduk sebagai ahlu zhimmah, mereka akan diperangi. Dan, peperangan terhadap mereka atau dalam kasus yang seperti itu termasuk dalam jihad ofensif. Inilah jihad sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Al-Qur’an.

“Perangilah oleh kamu sekalian orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya, dan tidak beragama dengan agama yang haq (Islam), yaitu dari orang-orang yang diberi Al-kitab kepada mereka, hingga mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At-Taubah: 29)

Adapun jihad defensif adalah berperang untuk membela dan mempertahankan diri dari serangan atau ancaman musuh kafir. Dengan kata lain, jihad yang dikobarkan ketika kaum muslimin diserang oleh musuh-musuh islam, merampas harta dan mengusir mereka dari kampung halamannya. Dalam keadaan seperti ini, wajib atas setiap muslim yang diserang untuk mengangkat senjata demi membela kehormatan diri, mempertahankan harta, dan jiwa. Jihad seperti ini wajib dilaksanakan sebagaimana seruan Al-Qur’an.

“Perangilah oleh kamu sekalian di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu. Dan janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidaklah menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS.Al-Baqarah: 190)

Dalam keadaan diserang, kaum muslimin wajib untuk melakukan tindakan pembalasan secara tegas, baik balas membunuh atau balas mengusir mereka, orang-orang yang menyerang itu.

“Dan bunuhlan mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka mengusir kamu” (QS. Al-Baqarah: 191)

Berdasarkan penjelasan di atas, tampak bahwa jihad defensif lebih menuntut individu per individu untuk mengamalkannya, atau merupakan jihad fardiy. Maksudnya, jihad yang wajib dilakukan oleh setiap muslim secara otomatis, tanpa memerlukan adanya fatwa atau perintah pemimpin lebih dulu. Ini terjadi bila kaum muslimin diserang. Pada saat itu, wajib atasnya untuk melakukan jihad. sekalipun tentu saja tetap diperlukan seorang yang bertindak sebagai pemegang komando atau pemimpin pertempuran.
Sedangkan jihad ofensif menuntut amal jama’iy, yaitu dilakukan dengan terlebih dulu ada pdari kepala negara. Umat Islam tidak dibenarkan bertindak secara individual. Dalam keadaan seperti ini, Khalifah, atau Amirul Mukminin akan terlebih dulu mengambil keputusan, tentang kepada siapa jihad ofensif akan dilakukan. Juga, menyangkut seorang yang ditunjuk sebagai panglimanya yang bertanggung jawab untuk mengatur seluruh operasi pertempuran.


Jihad, Jalan Menuju Kemuliaan
Seluruh uraian di atas lebih menegaskan bahwa jihad adalah perintah agama. Siapa pun yang mengaku muslim tidak boleh sama sekali melecehkan perkara jihad. Jihadlah yang membawa risalah Islam di masa Rasul SAW tersebar hingga seluruh jazirah Arab hanya dalam tempo 10 tahun. Jihad pula yang mengantarkan umat Islam meraih kejayaannya selama lebih dari 1000 tahun lamanya. Melalui jihad, tegaklah peradaban Islam nan agung, memberikan keamanan dan kesejahteraan bagi segenap manusia. Dan dari peradaban yang agung itu terpancar kemuliaan Islam, sekaligus tegak wibawa kaum muslimin.
Kini, ketika payung dunia Islam, khilafah Islamiyyah, telah runtuh. Jihad tidak lagi tegak. Dengan mudah musuh-musuh Islam melecehkan kaum muslimin, menindas, mencabik-cabik harkat dan martabatnya, mengusir bahkan membantainya. Palestina, Bosnia, Kosovo, Moro, bahkan Ambon adalah sederet bukti betapa lemahnya umat Islam untuk sekadar membela diri sekalipun. Bagaimana mungkin, di tengah situasi seperti ini, masih ada sebagian umat islam yang justru melecehkan ajaran Jihad?
Secara individual, jihad merupakan jalan untuk meraih syahadah. Di sisi Allah, setinggi-tinggi derajat kematian, adalah syahid di medan jihad. Rasulullah SAW. bersabda:

“Setinggi-tinggi derajat kematian adalah kematian para syuhada. Orang yang mati syahid akan diampuni semua dosanya, dijamin masuk sorga tanpa hisab, Di akhirat akan didampingi 70 bidadari, dan ia sendiri mampu memberi syafaat kepada seluruh keluarganya. (Al-Hadits).

Melihat ini, semestinya tak ada seorang muslim pun yang tidak ingin mati syahid. Hanya mereka yang hatinya telah tertambat pada gemerlapnya dunia dan mengabaikan pahala akhirat, merekalah yang membenci jihad.

Khatimah
Sebagai contoh dalam uraian jihad diatas adalah situasi saudara kita di maluku. Jihad di Maluku adalah jihad defensif, yang dilakukan secara otomatis begitu serangan musuh terjadi. Tidak lagi memerlukan fatwa untuk menetapkan jihad di sana. Dan faktanya, serangan itu memang ditujukan kepada orang Islam yang dilakukan oleh orang-orang Kristen. Siapa saja yang mengatakan bahwa yang terjadi di Maluku pada umumnya, dan di Ambon khususnya bukan konflik agama, tidaklah sesuai dengan kenyataan. Dan mereka yang menolak seruan jihad berarti tidak memahami tuntunan agama sekaligus realitas yang dihadapi oleh umat Islam di sana. Ia bisa saja mengatakan jihad tidak perlu, oleh karena ia tinggal di sini dalam keadaan aman. Apa yang akan dilakukannya bila seandainya tiba-tiba rumahnya dibakar, istri dan anak perempuannya diperkosa kemudian dibantai. Dia sendiri akhirnya terusir dari kampung halamannya sendiri???
Jihad memang tindakan kekerasan, karena yang dihadapi adalah langkah kekerasan. Kekerasan patutlah dihadapi dengan kekerasan. Itu pula yang dilakukan oleh Polisi, bukan?
Jadi, yang mengatakan bahwa jihad bukan untuk melakukan kekerasan, jelas tidak logis. Uang dan doa memang diperlukan tapi itu hanyalah sarana atau penguat dalam jihad. Uang tidak akan punya arti apa-apa ketika yang diperlukan adalah kekuatan dan keberanian menahan serangan musuh.
Jadi, jihad bukanlah kejahatan. Bukan pula tindak kriminal. Yang melakukan tindakan kriminal adalah yang membantai. Jihad adalah jalan menuju kemuliaan. Maka, seruan jihad harus terus dikumandangkan, walaupun orang-orang kafir, orang-orang munafik membencinya. Orang Islam tidak perlu khawatir, karena demikianlah cara untuk menegakkan kewibawaan dan kemuliaan Islam.

Wallahua’lam bi al-shawab.

KRUDUNG GAUL ( Berjilbab Tapi Telanjang)

Dengan penuh percaya diri wanita muda masa kini berjalan dengan langkah gontai dengan ayunan kaki layaknya sang peragawati, kerudung berwarna dengan sedikit aksesoris menambah keindahan dan kecantikan. Bibir yang merah muda sesekali tersungging menggapai godaaan sang pejantan.
Dengan baju yang super ketat, memperlihatkan lekuk- lekuk dada dengan garis- garis BH-nya yang seakan- akan terlihat jelas. Pinggang yang nampak langsing ikut dibentuk oleh bajunya yang super ketat. Tak hanya itu juga pusarnya “ terpaksa “ ditampakkan mengingat baju masa kecilnya dipakai ( atau sengaja za….!!!!)
Wanita itu seakan tidak puas dengan semua itu, celana yang dikenakanpun tak jauh beda dengan bajunya. Dengan celana Jeans yang super ketat seakan menginginkan pinggulnya, pantatnya, pahanya, bahkan maaf “ alat vitalnya “ terbentuk dengan sempurnanya. Ketika naik angkot terlihat dengan jelas bagian pinggulnya terbuka dan bahkan celana dalamnya ( CD-ya) maaf terlihat lebih tinggi dari celana panjangnya.
Lain lagi gaya berjilbab anak- anak SMU kerudung yang beraneka ragam gaya yang menarik dan dengan gaya yang dililitkan ke leher ( tidak dirumbaikan ke dada sebagaimana aturan islam ) dengan mode tersendiri. Pakaian yang kecil (panjangnya tak sampai menutupi pantat ). Dengan memakai rok di bawah pinggang (Medel- medel) seakan maaf ingin memamerkan celana dalamnya, atau mungkin ingin terlihat menarik dengan gaya yang tampil beda.
Fenomena ini teryata bukan dominasi sekolah umum saja, santri di pesantren-pesantren, Mahasiswi di berbagai perguruan tinggi islam, bahkan anak-anak MA (Madrasah Aliyah) juga ikut “menikmati“ gaya seperti ini. Tak ketinggalan juga Ibu- ibu dan tante- tantepun ikut menikmati gaya jilbab seperti ini.
Itulah fenomena umat islam modern sekarang ini. Mereka sering berdalih “ Inilah kita, umat yang tidak ketinggalan zaman.” Atau mereka sering berkata : “wah ….!!kita belum berani, belum siap!!!” Entah siapa yang memulai pertama kali, yang jelas mode jilbab ini muncul awal tahun 2000 disaat media cetak dan elektrolika lagi jaya- jayanya di Indonesia.
Secara naluri, siapa Sich yang tidak tertarik??? Laki- laki tentu akan sangat tertarik . Bahkan jangankan mode seperti ini, mode yang biasa aja udah buat fitnah dimata laki- laki. Pantas wanita yang pertama disebut dalam Al- Quran yang membuat laki- laki terpesona.

Allah Azza wa Jalla berfirman:
“ Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecantiakan kepada apa- apa yang diinginkan, yaitu wanita- wanita, anak- anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah lading. Itulah kesenangan dunia; dan disisi Allahlah tempat kembali yang baik( surga )”
( Q,S. Ali Imran:14)

Kudung gaul adalah bentuk expresi para wanita muda sekarang ini. Mereka tak mau menanggalkan kerudungnya, tapi juga tak mau ketinggalan zaman alias tidak mau disebut kampungan, kuno atau terbelakang. Bahakan wanita yang meniru mode jilbab gaul sepeti sekarang ini, bias di ibaratkan “Ikan bandeng yang sedikit tertutup, tapi baunya masih tercium oleh sang kucing, sehingga sang kucing ( dalam hal ini laki- laki ) siap menerkam disaat kesempatan terbuka lebar.”
Terkadang wanita sekarang ini tidak mengetahui hakekat Allah menyuruh wanita memakai kerudung, atau untuk apa tho wanita wajib berjilbab??? Hal ini dijelaskan dalam Al- Quran.


Allah Azza wa jalla berfirman:
“ Hai Nabi!!Katakanlah kepada Istri- istrimu, anak- anak perempuanmu dan istri- istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang” ( Q.S. Al- Ahzab: 59)

Dari firman Allah di atas kita bisa mengetahui faedah diwajibkanya berjilbab dengan apa yag diajarkan Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam, bukan mode sekarang diantaranya:
1. Seorang muslimah lebih bisa dikenal kalau dia benar- benar seorang muslimah sejati. Bukanya muslimah “Abangan” (Cuma KTP )
Dalam hal ini, kita sebagai muslimah kalau sudah dikenal sebagai seorang muslimah sejati, segala sesuatunya akan lebih mudah. Contohnya dalam mencari jodoh, kalau kita dikenal sebagai muslimah sejati pasti kita mendapat pendamping muslim sejati pula. Tidak akan mungkin kalau kita sudah dikenal sebagai muslimah sejati, masak dijodohkan dengan laki- laki yang tidak baik.
Apakah mungkin ada wanita yang mau dijodohkan dengan laki- laki yang tidak baik- baik??? Kalaupun ada itupun pasti wanita yang paling bodoh, paling buruk, paling jelek, dan pastinya dia seorang wanita “Pezina”. Hal itu sudah jelas karena wanita Pezina untuk laki- laki pezina, sedangkan wanita sholikhah untuk laki- laki sholikh pula. Itu sudah jelas, jadi mari kita Intropeksi pada diri kita pribadi, apakah kita sudah jadi wanita solikhah??? Apakah kita lebih suka dengan laki- laki Sholikh, atau kita lebih suka dengan laki- laki yang gaul, tidak tau agama, bahkan tidak tahu adab??? Kalau kita lebih suka dengan laki- laki yang tak tahu diri, sungguh segeralah engkau bertaubat, sesungguhnya Allah suka dengan orang- orang yang bertaubat. Jadi janganlah engkau khawatir kalau dengan menjadi wanita yang sholikhah kita tidak laku- laku. Justru dengan kita menjadi wanita yang sholikhah kita akan menjadi orang yang diidam- idamkan oleh laki- laki yang sholikh. Yaitu dengan bagaimana??? Yakni dengan mengulurka Jilbab seperti apa yang diajarkan Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam.

2. Menjaga kehormatan wanita dari mata-mata laki- laki dan menjauhkan dirinya dari fitnah.
Dalam penafsiran yang khusus jilbab berfungsi menjaga nafsu birahi laki- laki yang biasa bangkit setelah melihat aurat wanita. Tetapi sekarang ini tak heran banyak wanita yang berkerudung menjadi korban “ Pemerkosaan “, menjadi korban pelampiasan syahwat ( walaupun yang wanita suka sich…. ). Itu karena mereka salah dalam menerapkan pemakaian kerudung. Kerudung yang sebenarnya bisa meredakan nafsu birahi laki- laki, tapi malah memberi Suport untuk melampiaskan birahinya. Tak heran juga anak- anak MA ( Madrasah Aliyah ) yang sehariannya berkerudung, Eh….. malah kecelakaan ( Hamil sebelum nikah ). Tu semua karena mereka belum mengetahui hakekat berkerudung.
Sekarang dengan adanya mode kerudung gaul “ memaksa “ orang berfikir, “ Kenapa kita harus berkerudung??? Kalau yang berkerudung saja sama dengan kita ( Berbuat maksiat, memamerkan auratnya ) kan itu sama saja dengan kita yang tidak berkerudung, jadi buat apa kita bekerudung kalau hasilnya sama!!!”
nItulah pikiran yang kacau, pikiran orang yang jahil. Memang mereka tidak bisa disalahkan 100%, justru yang harus disalahkan dan diperingatkan adalah muslimah yang tidak tahu hakekat berkerudung. Bukanya mereka memperindah Islam, Eh………malah memperjelekanya. Tetapi yang tidak berkerudung juga jangan senang dulu, karena engkau sesungguhnya “Berpakaian tapi telanjang” dan sesungguhnya wanita yang seperti itu tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium bau surga, yang sungguh baunya tercium dari jauh.


Wahai engkau wanita yang perpakaian tapi telanjang ( baik yang tidak berkerudung maupun wanita yang meniru mode kerudung gaul )!!! Ingatlah bahwa kalian telah berbuat “Fakhisyah“ suatu kejahatan yang ukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga menjerumuskan orang lain pada lembah kehinaan. Coba kalian fikirkan, dengan bermode seperti itu bukan hanya dirimu yang ada dalam ancaman kejahatan, tapi juga secara tidak langsung menjerumuskan laki- laki. Bukan hanya laki- laki pezina saja tetapi juga leleki yang sholikhpun kau jerumuskan. Kau jerumuskan dengan lekuk- lekuk tubuhmu, kau jerumuskan mereka dengan keindahan tubuhmu. Bukan hanya itu juga engkau secara tidak langsung juga memperjelek agama Allah, Agama Islam.
Wahai engkau wanita!!! Apakah kalian paham akan apa yang kalian lakukan??? Apa kalian juga tahu apa ancaman bagi wanita yang berpakaian, tetapi pada hakekatnya tenlanjang???
Dalam hai ini Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam mengancam, bahwa wanita yang berpakaian tetapi masih memperlihatkan sebagaian auratnya, alias berpakaian tapi telanjang tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mencium bau surga.

Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“ Wanita yang berpakaian tapi telanjang yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat,rambutnya sebesar punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surga itu tecium sejauh perjalanan yang amat panjang.”( HR. Muslim )

Wahai engkau wanita yang tak berkerudung, dan juga engkau wanita yang berkerudung tapi telanjang, wanita yang mengikuti mode kerudung gaul. Segeralah engkau bertaubat sebelum engkau terlambat, sebelum ajalmu datang menghampiri!!! Segeralah engkau merubah gaya berpakaianmu seperti apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Salallahu ‘Alaihi Wassalam. Apa engkau tidak mau masuk surganya Allah Azza Wa Jalla? Hanya orang gilalah yang tidak mau masuk surganya Allah dan hanya orang yang paling bodoh, tolol dan paling jelek yang tidak kepingin masuk surga. Atau orang yang bodohlah orang yang menginginkan surga tapi masih melanggar apa yang dilarang oleh Allah Azza Wa Jalla. Oleh karena itu segerralah engkau bertaubat, dan perbanyaklah mempelajari ilmu Dien, ilmu agama . Ubahlah…. Ubahlah sebelum banyk lagi korban akan kejahatanmu itu, karena itu sesungguhnya engkau termasuk orang- orang “Fakhisyah “

Pesona tubuhmu adalah anugerah
sekaligus racun dunia.
Jagalah dan gunakan sebagaimana apa yang diperintahkan Allah Azza Wa Jalla


“Tidak ada suatu cobaan sepeninggalku yang lebih berbahaya bagi kaum laki- laki yang melebihi bahayanya cobaan yang berhubungan dengan wanita”
( HR. Bukhori wa Muslim )

from : akhuna (saudara kami) Luthfi Novaliansyah

ada tambahan dari saya
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://1.bp.blogspot.com/_t-erjW15BRI/STFjr-zaxXI/AAAAAAAAAfo/AlaEkH_SnrQ/s320/tudung-gstring2.jpg&imgrefurl=http://ilalang-berbisik.blogspot.com/2008/11/antara-jilbab-ketat-g-string-dan.html&usg=__YiEGdTRuJ-9kFVYz2FM051TaaSY=&h=320&w=240&sz=19&hl=id&start=2&tbnid=X18weGslVLhRuM:&tbnh=118&tbnw=89&prev=/images%3Fq%3Djilbab%2Bketat%26gbv%3D2%26hl%3Did%26sa%3DG
 
© design by Kang Rohman